Cari Blog Ini

Minggu, 20 Januari 2013

Pentingnya Penerapan EYD Dalam Karya Tulis


 
Ejaan Yang Disempurnakan atau yang lebih dikenal sebagai EYD merupakan sebuah pedoman baku yang menjadi referensi atau rujukan dalam membuat karya tulis, baik yang bersifat ilmiah maupun non-ilmiah. Ia menjadi sebuah ‘hukum’ yang harus diikuti oleh semua bentuk karya tulis walaupun sifatnya tidak mengikat, kecuali untuk karya tulis ilmiah ataupun yang bersifat resmi. Penggunaannya yang sesuai dapat memberikan estetika kepada karya tulis itu sendiri sehingga karya tulis tersebut menghadirkan warna-warni karakteristik tulisan yang menarik.
Suatu karya tulis terbentuk berdasar pada buah pikiran yang dikemas oleh bahasa dengan hasil akhir berupa suatu karya yang memiliki nilai untuk dijadikan bagian dari suatu budaya. Bahasa yang berperan sebagai penghubung antara buah pikiran penulis dengan subyek (dalam hal ini para pembaca) sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan tertentu. Ketentuan tersebut haruslah mempunyai karakteristik yang kuat sebagai suatu pedoman dalam penulisan karya tulis. Dan dengan kedudukannya sebagai suatu pedoman, ia harus mempunyai sifat universal, suatu sifat yang dapat dijadikan panduan umum bagi keseluruhan karya tulis dan dapat dipahami oleh semua pembaca (yang beragam suku, budaya dan bahasa daerah). Demikianlah, ketentuan tersebut dikumpulkan dan dibuat menjadi sebuah sebuah pedoman baku yang dikenal sebagai EYD.
Bahasa yang digunakan dalam menghubungkan buah pikiran penulis dengan para pembaca di Indonesia ialah bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dan bahasa resmi di Negara Indonesia. Namun, bahasa Indonesia bagi sebagian besar penuturnya adalah bahasa kedua. Mereka yang berbahasa  Indonesia, bahasa Indonesia-nya terpengaruh  oleh bahasa daerah yang telah mereka kuasai sebelumnya. Pengaruh itu dapat berkenaan dengan semua aspek ketatabahasaan. Pengaruh yang sangat jelas ialah dalam bidang ucapan. Pengaruh dalam ucapan sulit dihindarkan dan menjadi ciri yang membedakan ucapan penutur bahasa Indonesia dari daerah satu dengan daerah yang lain serta dengan  mudah dapat diketahui daerah asal seorang penutur berdasarkan ucapan bahasa Indonesianya.
Bila melihat uraian sebelumnya, dapat diketahui bahwa EYD dan bahasa (dalam hal ini bahasa Indonesia) adalah suatu hal yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lainnya. Dengan adanya EYD, bahasa menghasilkan rangkaian kata yang dapat membentuk karya tulis dengan ketentuan yang universal sesuai dengan pedoman baku tanpa menghilangkan nilai-nilai estetika yang ada. EYD pun tidak dapat berdiri sendiri tanpa bahasa, EYD membutuhkan bahasa dalam penerapannya di dalam karya tulis. Seperti di dalam sebuah balapan mobil, mobil balap membutuhkan lintasan balap untuk melakukan balapan dan lintasan balapan membutuhkan mobil balap agar terjadi balapan. Itulah gambaran antara keterkaitan bahasa dan EYD satu sama lainnya.
Sebelum EYD diumumkan, dipergunakan Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik dalam penulisan karya tulis. Ejaan tersebut diumumkan dan mulai berlaku tanggal 19 Maret 1947.  Sebelum Ejaan Soewandi diberlakukan, berlaku Ejaan Van Ophuysen yang ketentuannya  dimuat dalam Kitab Logat Melajoe yang disusun dengan bantuan Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'Mur dan Muhammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dinyatakan mulai berlaku sejak tahun 1901. Dan sebelum Ejaan Van Ophuysen, yang berlaku dalam penulisan karya tulis dengan bahasa Melayu, digunakan huruf Jawi atau Arab Melayu dan juga dengan huruf Latin dengan ejaan yang tidak teratur.
Ejaan menjadi penting sekali artinya dalam keterkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia untuk kegiatan penulisan karya tulis yang produktif.  Dalam penulisan karya tulis seseorang tidak hanya dituntut untuk dapat menyusun kalimat dengan baik dan memilih kata  yang  tepat, melainkan juga untuk mengeja kata-kata dan kalimat tersebut sesuai dengan ejaan yang berlaku. Dalam surat-surat pribadi dan kalimat catatan harian misalnya, ketaatan dalam EYD tidak mutlak. Namun, dalam karangan ilmiah, makalah, dan surat-surat perjanjian, kaidah ejaan harus benar-benar ditaati dengan sebaik-baiknya.

Sumber :
Wahyu R. N., Tri. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Pengenalan Bahasa Dalam Konteks Peranan Dan Ragamnya



A.    Apakah Bahasa ?
Mengacu kepada Gorys  Keraf  (1997 : 1),  bahasa  adalah  alat  komunikasi  antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Meskipun demikian, ada baberapa orang, baik ahli maupun non-ahli, yang merasa keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi.  Beberapa orang tersebut  menunjukkan bahwa dua orang atau pihak  yang  mengadakan  komunikasi  dapat  mempergunakan  cara-cara  tertentu selain bahasa yang telah disepakati bersama seperti ukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong, dan   sebagainya. Namun, bila dibandingkan dengan penggunaan bahasa, semua bentuk komunikasi yang disebutkan di atas memiliki banyak kelemahan. Bahasa sendiri  memberikan  kemungkinan  yang  jauh  lebih  luas  dan  kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan bentuk komunikasi selain bahasa. Bahasa haruslah merupakan  bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan bukan hanya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang yang memiliki makna agar dapat dipahami maksudnya.
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol  vokal (bunyi  ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerakan tubuh yang nyata. la merupakan simbol tertentu karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu,  yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap dan diterima oleh panca indra. Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia,  dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya itu. Bunyi tersebut juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar (yang diserap oleh panca indra), sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain. Arti yang termasuk ke dalam rangkaian bunyi bersifat arbiter. Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer itu sendiri memiliki arti bahwa tidak terdapat suatu keharusan mengenai suatu rangkaian bunyi tertentu yang harus mengandung arti yang tertentu pula. Misalnya, apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
B.     Bagaimanakah Bahasa Berperan ?
Bahasa sebagai bagian yang tidak akan terpisahkan dari kehidupan sehari-hari memiliki peranan dalam mempengaruhi manusia. Namun, bagaimanakah peranan tersebut terhadap manusia ? Mengacu kepada Sabriani (1963), yang mempertanyakan apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak, sebenarnya ada variabel lain yang  berada  diantara variabel bahasa dan perilaku, yaitu variabel realita. Bila hal ini benar, maka  terbukalah peluang bahwa belum tentu bahasa saja yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita ataupun keduanya. Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku,  perlu dibuktikan  kebenarannya. Selain itu,  perlu  juga  dicermati  bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk kepada perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.
·         Bahasa dan Realita
Mengacu kepada Fodor (1974), ia mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Dan yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional., sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional, melainkan ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud.  Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu, kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut, Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah  problema makna. Sebenamya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda. Berdasar pada Richards (1985), ia menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada  hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah  dengan bahasa dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun, sejauh ini apa makna dari makna atau apa yang dimaksud dengan makna beium jelas. Berdasar pada Bolinger (1981), ia menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem, dan sintaksis untuk mengungkapkan makna bahasa yang harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Melihat kepada penjelasan Bolinger  (1981) tersebut, telah menunjukkan bahwa makna  adalah hubungan antara realita dan bahasa, sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa karena  tidak ada bahasa tanpa makna, sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
·         Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam bahasa selalu tersirat realita.  Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi bila proses  decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik bila baik encoder maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama, (Omaggio, 1986).
Dengan  menggunakan  pengertian  yang  diberikan  oleh  Bolinger (1981) mengenai realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Dan bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori bagaimana memperoleh bahasa. Sedangkan bagaimana memperoleh pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh  representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui  pemberitahuan   orang lain.  Misalnya,  seseorang  menyaksikan  sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut   akan memiliki representasi mental mengenai kecelakaan tersebut dari orang  yang langsung   menyaksikannya yang juga akan membentuk representasi mental mengenai kecelakaan tersebut pula. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.
Sehingga dapat dikatakan bahwa peranan bahasa dalam mempengaruhi manusia, yaitu terletak bagaimana bahasa tersebut memberikan makna terhadap suatu objek ataupun peristiwa. Selain itu, bahasa juga memberikan pengaruh dengan konteksnya sebagai penghubung realita dan perilaku yang menyebabkan makna antara realita dan perilaku dapat digambarkan sebagai satu kesatuan paket dengan makna yang sama.


C.    Bagaimana Dengan Fungsi Bahasa Itu Sendiri ?
Mengacu kepada Menimit Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya seseorang kepada bahasa,dalam hal ini konteks bahasa Indonesia, sehingga seringkali dirasa tidak perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh.
Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa dan itu adalah suatu kelemahan yang tidak disadari. Komunikasi lisan atau nonstandar yang  sangat praktis menyebabkannya tidak teliti dalam berbahasa dan pada akhirnya, sering   mengalami  kesulitan  pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih  standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa bagi kepentingan yang lebih terarah  dengan maksud tertentu,  yang terjadi cenderung menampilkan sikap dan sifat kaku dan akan   berbahasa  secara terbata-bata  atau mencampurkan       bahasa standard dengan bahasa nonstandar  atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita.  Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif sehingga selalu dapat memanipulasi  bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa dan selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, diharuskan mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada  dasarnya,  bahasa  memiliki  fungsi-fungsi  tertentu  yang  digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam  lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial, (Keraf, 1997:3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya,  ilmu  pengetahuan , dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak  langsung memperkaya   khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu sendiri, (Sunaryo, 1993,1995).
Mengacu kepada Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia), iptek tidak akan dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu, bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, temyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung   pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Sehingga tanpa peran bahasa tersebut, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar yang bersifat rasional, menjadikan bahasa sebagai  prasarana berfikir modem. Oleh karena itu, bila cermat dalam menggunakan bahasa, maka   akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar tersebut sangat bergantung pada ragam bahasa yang  digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa  Indonesia   sebagai wujud identitas bahasa Indonesia, menjadikan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga  mampu  menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.

Sumber :
Wahyu R. N., Tri. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Gunadarma.





Kondisi Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi






            Hipertensi, penyakit darah tinggi, adalah kondisi medis saat tekanan darah dalam arteri meningkat melebihi batas normal. Tahukah kalian ? Tekanan darah menunjukan  tingkat kemampuan kekuatan dorongan darah pada permukaan pembuluh darah arteri saat darah dipompa oleh jantung. Sebenarnya, hipertensi itu sendiri dapat dikendalikan dengan memahami faktor-faktor resiko dan pengendalian yang tepat agar tidak memicu munculnya penyakit ini. Kondisi-kondisi yang merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi meliputi faktor fisik, lingkungan, dan pengaruh stres.
            Berikut di bawah ini penjelasan singkat mengenai kondisi faktor resiko terjadinya hipertensi.
a.       Faktor Fisik
·         Obesitas (Kegemukan)
Merupakan salah satu faktor resiko terhadap tiimbulnya hiperrtensi. Obesitas dapat juga dikatakan sebagai ciri dari populasi penderita hipertensi. Kondisi jantung memompa darah dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi daripada penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada penderita obesitas, tahanan perifer pembuluh dsarah  berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal.

·         Hereditas (Keturunan)
Faktor genetik memberikan peranan terhadap timbulnya hipertensi. Hal ini terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi terhadap orang kembar. Kondisi dimana seorang penderita dengan hipertensi primer (esensial), apabila dibiarkan secara alamiah bersama lingkungannya, maka akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul gejala-gejala terjadinyta hipertensi. Apabila riwayat
hipertensi ditemukan pada kedua orangtuanya, dugaan terjadinya hipertensi sesensial akan lebih besar. Demikan pula dengan kembar monozigot (satu sel telur), apabila salah satunya adalah penderita hipertensi, dugaan bahwa kembarannya juga mengalami hipertensi sangatlah besar.

·         Seks (Jenis Kelamin)
Kebanyakan  pria lebih banyak mengalami kemungkinan terjadinya hipertensi daripada kebanyakan wanita. Hipertensi berdasarkan faktor jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu psikologi. Pada wanita sering kali dipicu oleh perilaku yang tidak sehat seperti merokok, kelebihan berat badan; depresi, dan rendahnya status pekerjaan.  Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis yang kuat.

b.      Faktor Lingkungan
·         Pola Konsumsi
Asupan garam mineral adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap mekanisme timbulnya hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Kondisi ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada kondisi hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Konsumsi jenis makanan yang mengandung natrium cukup berpengaruh sehingga perlu dibatasi secara terkendali. Salah satu sumber jenis makanan yang mengandung kadar natrium yang tinggi ialah penyedap rasa yang mengandung monosodium glutamat atau yang lebih dikenal dengan sebutan MSG sehingga penggunaan jenis makanan tersebut sebaiknya harus digunakan sesedikit mungkin dan bila perlu dihindari.

·         Gaya Hidup Kurang Sehat
Diantara kegiatan yang termasuk gaya hidup yang kurang sehat, yaitu kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, dan sedikitnya aktivitas tuh akibat dampak pola hidup modern yang keliru. Saat ini terlihat ada kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya gaya hidup masyarakat perkotaan yang kurang sehat sehingga mempengaruhi tingkat hipertensi yang terjadi.

c.       Faktor Stres
Peningkatan stres, yang meningkatkatkan aktivitas saraf simpastis,  mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila terjadi stres berkepanjangan, maka tekanan darah akan berada pada kondisi yang tinggi yang berarti terjadi tekanan darah tinggi. Terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh adanya interaksi berbagai faktor dan faktor  utama yang lebih berperan terhadap timbulnya  hipertensi tidak dapat diketahui secara pasti.
Stres sendiri adalah rasa takut dan cemas dari perasaan dan tubuh terhadap perubahan di lingkungan. Secara fisiologis, bila ada sesuatu yang mengancam, kelenjar pituitary otak mengirimkan “peringatan” dan hormon ke kelenjar endokrin, yang kemudian mengalirkan hormon adrenalin dan hidrokortison ke dalam darah. Hasilnya, tubuh menjadi siap untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang muncul. Secara alamiah, yang dirasakan adalah degup jantung yang berpacu lebih cepat dan keringat dingin yang biasanya mengalir di tengkuk.
Dalam kondisi stres, tubuh langsung menyesuaikan diri terhadap tekanan yang datang. Inilah yang menyebabkan bahwa stres melebihi daya tahan atau kemampuan tubuh yang biasanya. Akan tetapi, penyesuaian tubuh ini  dapat menyebabkan gangguan, baik secara psikis maupun fisik. Adanya hormon adrenalin dan hidrokortison yang dihasilkan sebagai reaksi tubuh terhadap stres, bila berlebihan dan berlangsunf dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan reaksi dari organ tubuh yang lain. Penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa enam penyebab utama kematian yang erat hubungannya denga stres adalah penyakit  jantung koroner, kanker, paru-paru, kecelakaan, pengerasan hati, dan bunuh diri.

Daftar Pustaka
Widjadja, Rafelina. 2009. Penyakit Kronis Tindakan, Pencegahan, dan Pengobatan Secara Medis Maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.