Cari Blog Ini

Minggu, 20 Januari 2013

Pengenalan Bahasa Dalam Konteks Peranan Dan Ragamnya



A.    Apakah Bahasa ?
Mengacu kepada Gorys  Keraf  (1997 : 1),  bahasa  adalah  alat  komunikasi  antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Meskipun demikian, ada baberapa orang, baik ahli maupun non-ahli, yang merasa keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi.  Beberapa orang tersebut  menunjukkan bahwa dua orang atau pihak  yang  mengadakan  komunikasi  dapat  mempergunakan  cara-cara  tertentu selain bahasa yang telah disepakati bersama seperti ukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong, dan   sebagainya. Namun, bila dibandingkan dengan penggunaan bahasa, semua bentuk komunikasi yang disebutkan di atas memiliki banyak kelemahan. Bahasa sendiri  memberikan  kemungkinan  yang  jauh  lebih  luas  dan  kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan bentuk komunikasi selain bahasa. Bahasa haruslah merupakan  bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan bukan hanya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang yang memiliki makna agar dapat dipahami maksudnya.
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol  vokal (bunyi  ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerakan tubuh yang nyata. la merupakan simbol tertentu karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu,  yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap dan diterima oleh panca indra. Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia,  dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya itu. Bunyi tersebut juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar (yang diserap oleh panca indra), sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain. Arti yang termasuk ke dalam rangkaian bunyi bersifat arbiter. Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer itu sendiri memiliki arti bahwa tidak terdapat suatu keharusan mengenai suatu rangkaian bunyi tertentu yang harus mengandung arti yang tertentu pula. Misalnya, apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
B.     Bagaimanakah Bahasa Berperan ?
Bahasa sebagai bagian yang tidak akan terpisahkan dari kehidupan sehari-hari memiliki peranan dalam mempengaruhi manusia. Namun, bagaimanakah peranan tersebut terhadap manusia ? Mengacu kepada Sabriani (1963), yang mempertanyakan apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak, sebenarnya ada variabel lain yang  berada  diantara variabel bahasa dan perilaku, yaitu variabel realita. Bila hal ini benar, maka  terbukalah peluang bahwa belum tentu bahasa saja yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita ataupun keduanya. Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku,  perlu dibuktikan  kebenarannya. Selain itu,  perlu  juga  dicermati  bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk kepada perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.
·         Bahasa dan Realita
Mengacu kepada Fodor (1974), ia mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Dan yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional., sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional, melainkan ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud.  Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu, kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut, Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah  problema makna. Sebenamya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda. Berdasar pada Richards (1985), ia menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada  hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah  dengan bahasa dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun, sejauh ini apa makna dari makna atau apa yang dimaksud dengan makna beium jelas. Berdasar pada Bolinger (1981), ia menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem, dan sintaksis untuk mengungkapkan makna bahasa yang harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Melihat kepada penjelasan Bolinger  (1981) tersebut, telah menunjukkan bahwa makna  adalah hubungan antara realita dan bahasa, sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa karena  tidak ada bahasa tanpa makna, sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
·         Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam bahasa selalu tersirat realita.  Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi bila proses  decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik bila baik encoder maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama, (Omaggio, 1986).
Dengan  menggunakan  pengertian  yang  diberikan  oleh  Bolinger (1981) mengenai realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Dan bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori bagaimana memperoleh bahasa. Sedangkan bagaimana memperoleh pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh  representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui  pemberitahuan   orang lain.  Misalnya,  seseorang  menyaksikan  sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut   akan memiliki representasi mental mengenai kecelakaan tersebut dari orang  yang langsung   menyaksikannya yang juga akan membentuk representasi mental mengenai kecelakaan tersebut pula. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.
Sehingga dapat dikatakan bahwa peranan bahasa dalam mempengaruhi manusia, yaitu terletak bagaimana bahasa tersebut memberikan makna terhadap suatu objek ataupun peristiwa. Selain itu, bahasa juga memberikan pengaruh dengan konteksnya sebagai penghubung realita dan perilaku yang menyebabkan makna antara realita dan perilaku dapat digambarkan sebagai satu kesatuan paket dengan makna yang sama.


C.    Bagaimana Dengan Fungsi Bahasa Itu Sendiri ?
Mengacu kepada Menimit Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya seseorang kepada bahasa,dalam hal ini konteks bahasa Indonesia, sehingga seringkali dirasa tidak perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh.
Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa dan itu adalah suatu kelemahan yang tidak disadari. Komunikasi lisan atau nonstandar yang  sangat praktis menyebabkannya tidak teliti dalam berbahasa dan pada akhirnya, sering   mengalami  kesulitan  pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih  standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa bagi kepentingan yang lebih terarah  dengan maksud tertentu,  yang terjadi cenderung menampilkan sikap dan sifat kaku dan akan   berbahasa  secara terbata-bata  atau mencampurkan       bahasa standard dengan bahasa nonstandar  atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita.  Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif sehingga selalu dapat memanipulasi  bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa dan selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, diharuskan mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada  dasarnya,  bahasa  memiliki  fungsi-fungsi  tertentu  yang  digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam  lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial, (Keraf, 1997:3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya,  ilmu  pengetahuan , dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak  langsung memperkaya   khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu sendiri, (Sunaryo, 1993,1995).
Mengacu kepada Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia), iptek tidak akan dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu, bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, temyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung   pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Sehingga tanpa peran bahasa tersebut, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar yang bersifat rasional, menjadikan bahasa sebagai  prasarana berfikir modem. Oleh karena itu, bila cermat dalam menggunakan bahasa, maka   akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar tersebut sangat bergantung pada ragam bahasa yang  digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa  Indonesia   sebagai wujud identitas bahasa Indonesia, menjadikan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga  mampu  menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.

Sumber :
Wahyu R. N., Tri. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Gunadarma.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar