Cari Blog Ini

Minggu, 24 Juni 2012

Sebab Manusia Mempunyai Harapan Dalam Hubungan Antara Manusia Dan Harapan



Menurut kodratnya manusia itu adalah makhluk sosial. Setiap lahir ke dunia langsung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga atau anggota masyarakat lainnya.  Tidak  ada satu  manusiapun yang  luput dari pergaulan hidup. Ditengah-tengah manusia lain itulah, seseorang dapat hidup dan berkembang baik fisik/jasmani maupun mental/spiritualnya. Ada dua hal yang mendorong orang hidup bergaul dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.

A.      Dorongan  Kodrat

Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya menangis, bergembira, berpikir, berjalan, berkala,  mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan  untuk  itu  semua. Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis,  tertawa,  bergembira, dan  sebagainya. Seperti halnya orang yang menonton pertunjukan lawak, mereka ingin tertawa, pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-bahak.  Apabila  penonton  tidak  tertawa,  harapan  kedua  belah  pihak  gagal, justru sedihlah mereka.
Kodrat juga terdapat pada binatang dan tumbuh-tumbuhan, karena binatang dan tumbuhan perlu makan, berkembang biak dan mati. Yang mirip dengan kodrat manusia ialah kodrat binatang,  walau bagaimanapun juga besar sekali perbedaannya. Perbedaan antara kedua makhluk itu, ialah  bahwa manusia memiliki budi dan kehendak. Budi ialah akal, kemampuan untuk memilih. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, sebab bila orang akan memilih, ia harus mengetahui lebih dahulu barang yang dipilihnya. Dengan budinya manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, dan dengan kehendaknya manusia dapat memilih. Dalam  diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan kemampuan untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bersama dengan manusia lain. Dengan kodrat ini, maka manusia mempunyai  harapan.

B.      Dorongan Kebutuhan Hidup

Sudah kodrat pula bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan  hidup itu pada garis besamya dapat dibedakan atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan jasmaniah misalnya makan, minum, pakaian, rumah (sandang, pangan, dan papan), ketenangan, hiburan, dan keberhasilan. Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia bekerja sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan, kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan  fisik/jasmaniah maupun kemampuan berpikirnya.
Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan. Pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya, harapan manusia atau kebutuhan manusia itu ialah :
a)      kelangsungan hidup (survival),
b)      keamanan (  safety  ),
c)       hak dan kewajiban mencintai dan dicintai  (be  loving  and love),
d)      diakui lingkungan (status),
e)      perwujudan cita-cita (self actualization),

a)      Kelangsungan Hidup  (survival)
Untuk melangsungkan hidupnya manusia membutuhkan sandang, pangan dan papan (tempat tinggal).  Kebutuhan kelangsungan hidup ini terlihat sejak bayi lahir. Setiap bayi begitu lahir di bumi menangis; ia telah mengharapkan diberi makan/minum. Kebutuhan akan makan/minum ini terus berkembang sesuai dengan perkembangan hidup manusia. Sandang, semula hanya berupa perlindungan/kemanan, untuk melindungi dirinya dari cuaca. Tetapi dalam perkembangan hidupnya, sandang tidak hanya sebagai  perlindungan kemanan, tetapi lebih cenderung kepada kebutuhan lain. Peran yang dimaksud adalah  tempat tinggal atau rumah. Rumah kebutuhan primer manusia, karena rumah itu sebagai tempat berlindung, dari panas, gelap, dan sebagainya. Untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, dan papan itu, maka manusia sejak kecil telah mulai belajar. Dengan pengetahuan yang tinggi harapan  memperoleh pangan, sandang, dan papan yang layak akan terpenuhi. Atau tiap manusia perlu kerja keras dengan harapan apa yang diinginkan, yakni  pangan, sandang dan papan yang layak terpenuhi.

b)      Keamanan
Setiap orang membutuhkan keamanan. Sejak seorang anak lahir ia telah membutuhkan keamanan. Begitu lahir, dengan suara tangis, itu pertanda minta perlindungan. Setelah agak besar, setiap anak menangis dia akan diam setelah dipeluk oleh ibunya. Setelah bertambah besar ia ingin  dilindungi. Rasa aman tidak harus diwujudkan dengan perlindungan yang nampak, secara moral pun orang lain dapat memberi rasa aman. Dalam hal ini agama sering merupakan cara memperoleh  keamanan moril  bagi  pemiliknya. Walaupun secara fisik keadaannya dalam bahaya, keyakinan bahwa Tuhan memberikan perlindungan berarti sudah memberikan keamanan yang diharapkan.

c)       Hak  dan Kewajiban Mencintai dan Dicintai
Tiap orang mempunyai hak dan kewajiban. Dengan pertumbuhan manusia maka tumbuh pula kesadaran akan hak dan kewajiban. Karena itu tidak jarang anak-anak remaja mengatakan kepada ayah atau ibu. "Ibu ini kok menganggap Reny masih kecil saja,  semua diatur!" Itu suatu pertanda bahwa anak itu telah tambah kesadaran akan hak dan kewajibannya. Bila seorang telah menginjak dewasa, maka ia merasa sudah dewasa, sehingga sudah saatnya mempunyai harapan untuk dicintai dan mencintai. Pada saat seperti ini remaja banyak mengkhayal. Ia telah sadar akan keberadaannya. Pada usia itu, biasanya terjadi konflik batin pada dirinya dengan pihak orang tua. Sebab umumnya remaja mulai menentang  sifat-sifat orang tua yang dianggap tidak sesuai  dengan alamnya.

d)      Diakui Lingkungan ( Status )
Setiap manusia membutuhkan status. Siapa, untuk apa, mengapa manusia hidup. Dalam lagu "untuk apa" ada lirik yang berbunyi "aku ini anak siapa, mengapa aku ini dilahirkan". Dari bagian lirik itu kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa setiap manusia yang lahir di bumi ini tentu akan bertanya tentang statusnya. Status keberadaannya. Status dalam keluarga, status dalam masyarakat, dan status dalam negara. Status itu penting, karena dengan status orang tahu siapa dia. Harga diri orang antara lain melekat pada status orang itu. Misalnya ada anak  haram, biarpun anak haram itu tingkah lakunya baik  dan tidak berdosa sebab yang berdosa orang tuanya, namun masyarakat tetap memberikan cap yang negatif. Bahkan ada orang yang berpendapat jangan memberi makan/pertolongan kepada anak jadah  (haram). Alangkah kejamnya manusia itu, dengan adanya harapan untuk memperoleh status ini berarti orang menguasai hak milik nama baik, ingin berprestasi, ingin mengingkatkan harga diri, dan sebagainya.

e)      Perwujudan Cita-cita
Selanjutnya manusia berharap diakui keberadaannya sesuai dengan keahliannya atau kepangakatannya atau profesinya. Pada saat itu manusia mengembangkan bakat atau kepandaiannya agar ia diterima atau diakui kehebatannya.

Artikel :

Seribu Harapan di Setra Dalam Ubud

Rabu, 16 Juli 2008 | 06:41 WIB
Oleh Benny Dwi Koestanto
Sejatinya ke mana perginya jiwa-jiwa orang meninggal? Bukankah sebenarnya jiwa-jiwa itu tidak pergi, tapi justru pulang ke Sang Pemilik Kehidupan? Maka, berbahagialah mereka yang mengantar kepulangan itu dengan penuh syukur dan sukacita.
Mengikuti, menyaksikan, dan merasakan upacara pelebon/ngaben (kremasi) keluarga kerajaan di Puri Agung Ubud, Gianyar, Bali, sepekan terakhir seperti memandang diri sendiri di hadapan cermin.
Dalam tradisi masyarakat Bali, tubuh seseorang hanyalah wadah bagi jiwanya. Saat seseorang meninggal dipercayai bahwa atman atau jiwa tetap di sekitar tubuh. Tubuh terdiri dari unsur api, udara, air, bumi, dan ruang hampa harus kembali ke alam semesta, menyatu dengan Sang Pencipta. Inilah tujuan ngaben.
Kematian sejatinya bukan akhir, tetapi awal. Lebih penting lagi cara hidup seseorang dan bagaimana harapan sangat kuat keluarga almarhum setelah kematian datang.
Itulah yang jelas tertangkap dari cara sanak keluarga, rekan, dan warga melaksanakan ngaben atau pelebon. Nyaris tidak ada tangis, tapi wajah-wajah bersemangat, penuh harapan bagi yang telah meninggal, maupun yang ditinggalkan.
Kremasi tiga anggota keluarga Puri Agung Ubud ini tergolong peristiwa besar, bahkan terbesar dalam tiga dasawarsa terakhir. Maka, ketika ngaben mencapai puncaknya, Selasa (15/7), ruas jalan sepanjang 2 kilometer di Jalan Raya Ubud selebar 5 meter dan jadi jalur arak-arakan jenazah menuju Setra (pemakaman) Dalam Puri Agung Ubud dari Kompleks Puri Agung Ubud disesaki manusia, warga setempat, warga daerah lain Bali, hingga turis dari mancanegara. Panitia menaksir jumlah hadirin mencapai 300.000 orang.
Tiga orang yang dikremasi itu tergolong dituakan dan terpandang. Mereka adalah Tjokorda Gde Agung Suyasa, kepala keluarga Puri Agung Ubud dan ketua komunitas tradisional di Ubud sejak 1976; Tjokorda Gede Raka, seorang pensiunan di Kepolisian Kota Besar Denpasar; dan Gung Niang Raka. Turut pula dikremasi 68 jenazah dari empat banjar desa adat sekitar Puri Agung Ubud: Banjar Sambahan, Ubud Tengah, Ubud Kelod Peken, dan Ubud Kaja.
Tjokorda Agung Suyasa lahir 14 Juli 1941, anak ketiga dari Tjokorda Gde Ngurah dari permaisuri pertama Tjokorda Istri Muter. Suyasa meninggal 28 Maret 2008, sedangkan Tjokorda Gde Raka dari Puri Anyar Ubud meninggal sepekan sebelumnya. Desak Raka adalah istri pertama dari almarhum Tjokorda Raka dari Puri Kaleran Belingsung Ubud. Desak Raka lahir 1917 dan meninggal 23 Desember 2007. Jenazah Desak Raka sebenarnya pernah dikremasi pada pelebon sederhana, beberapa saat setelah meninggalnya. Namun, kini memperoleh kremasi lengkap.
Juru bicara Puri Ubud, Tjokorda Raka Kerthyasa, menjelaskan ngaben kali ini adalah pertama terbesar sejak 1979 saat ngaben seniman masyhur Ubud yang juga keturunan puri, Cokorda Gde Agung Sukawati. Mengingat fungsi puri/kerajaan dianggap penting dari sisi penegak moral dan ritual keagamaan, dukungan masyarakat di Bali pun sedemikian besar. Setidaknya 68 desa adat se-Bali secara gotong royong membantu upacara ini. ”Pelebon bukanlah suatu acara duka, tetapi diyakini sebagai cara menghibur jiwa-jiwa yang telah meninggal dan menjaga agar jiwa mereka tidak terganggu oleh tangisan yang ditinggal. Di sisi lain, pelebon merupakan bentuk gotong royong seluruh anggota keluarga dan masyarakat untuk mengurangi beban biaya,” kata Kerthyasa, Jumat lalu.
Menurut Kerthyasa, berapa pun besarnya biaya upacara keagamaan—biaya fisik dalam seluruh ritual kremasi di Puri Agung Ubud kali ini sekitar Rp 3 miliar—upacara itu tidak dapat berhenti di tengah jalan. ”Dalam ngaben niri (sendiri) biaya bisa di atas Rp 50 juta dari kantong pribadi, tapi dalam ngaben massal biaya bisa ditekan jadi Rp 5 juta,” kata Ni Nyoman Rented, menantu almarhumah Ni Wayan Genjong, salah satu petani penggarap yang jenazahnya ikut dalam ngaben massal ini.
Ngaben massal bersama tiga anggota Puri Agung Ubud juga terasa lebih istimewa bagi keluarga peserta. Harapan melihat kepulangan jiwa sanak keluarga ke Hyang Widhi Wasa terasa kian besar karena ngaben massal digelar bersama keluarga kerajaan.
Sekitar pukul 12.30, Selasa kemarin, arak-arakan pun dimulai. Seluruh jenazah ditempatkan di sebuah bade (menara untuk jenazah dan yang tertinggi kali ini 28,5 meter dengan berat 11 ton) diarak ribuan warga Bali. Prosesi juga diikuti patung lembu penuh hiasan megah dan disucikan masyarakat Hindu serta patung Nagabanda. Patung naga hanya muncul pada kremasi keluarga puri yang dituakan.
Saat dikremasi, jenazah ditempatkan di atas menara sebagai simbol antara bumi dan langit. Sebuah bhoma (topeng bermuka seram) ditempatkan di belakang menara untuk menakuti roh jahat dan topeng garuda di depan menara. Dengan beban sangat berat, plus kondisi jalan sempit dan penuh sesak manusia, sungguh tidak mudah mengusung bade-bade serta patung-patung.
Begitu sampai di pemakaman, seluruh pengunjung bertepuk tangan, sedangkan para pengusung bersorak. Prosesi dilanjutkan ke area pemakaman (setra), diiringi gamelan bleganjur. Jenazah yang sudah dibalut kain kafan bersama aneka sesaji dimasukkan ke dalam perut patung lembu. Tepat pukul 18.30, api dinyalakan dan dalam sekejap melalap habis patung lembu, nagabanda, serta jenazah-jenazah.
Pada akhir acara, pedanda membunyikan genta untuk menolong jiwa mencapai surga. Abu jenazah akan dilarung ke laut, simbol pengembalian ke alam semesta.
Beberapa hari kemudian, tahap akhir upacara, yaitu nyekah; penyucian jiwa, yang akan ditempatkan sebagai leluhur di masing-masing merajan (tempat suci di kompleks pura keluarga).

Pendapat :

Harapan adalah sebuah kata yang sering terucap dan ia sering berada di setiap doa-doa yang diucapkan sepenuh hati oleh setiap manusia. Harapan berarti kenginan yang lahir dari penyatuan hati dan pikiran atas sesuatu yang diinginkan. Harapan, kata yang setiap manusia pasti mengetahui dan mengenalnya. Maka, harapan dapat dikatakan sebagai bagian dari perjalanan hidup manusia yang berperan untuk memotivasi manusia dalam kehidupan yang baik dan benar.
Harapan sendiri terlahir sebagai hasrat dari keinginan yang berada di dalam diri manusia. Ia menjadi sesuatu yang begitu penting karena dengan adanya harapan dalam diri manusia, maka manusia dapat hidup dengan layak, dengan cara yang baik dan juga benar. Harapan berasal dari keinginan yang bersumber pada akal dan budi manusia. Manusia memiliki akal dan budi sebagai pembeda dan penunjuk atas yang haq dan yang batil, yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat. Bersumber dari akal dan budi tesebut harapan berasal. Akal dan budi pun tidak bekerja sendirian karena ia memerlukan hasrat berupa kehendak untuk dapat mewujudkan harapan. Akal dan budi berperan penting dalam membedakan suatu hal, dalam hal ini berupa keinginan, dan menunjukan apakah keinginan tersebut baik dan bermanfaat untuk dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya atau tidak baik dan membawa keburukan untuk dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Setelah manusia sudah dapat membedakan keinginan yang ia inginkan dengan akal dan budinya, hasrat berupa kehendak mulai memainkan peranannya. Idealnya, hasrat berupa kehendak akan memilih dan condong kepada kebaikan karena pada dasarnya hasrat manusia itu fitrah, namun adakalanya ia dapat memilih dan condong kepada keburukan karena ia lebih mengutamakan nafsu untuk kepentingannya pribadi tanpa melihat dampak kepentinganya terhadap lingkungan sekitarnya, dan akal dan budinya telah terbelengu oleh nafsu serakahnya.
Setelah akal dan budi serta hasrat berupa kehendak melakukan tugasnya mengenai harapan atas keinginan manusia, maka terwujudlah harapan tersebut menjadi kenyataan, baik berupa fisik maupun non-fisik. Selain disebabkan dorongan atas akal dan budi serta hasrat berupa kehendak, dorongan lain berupa kebutuhan hidup turut memberi pengaruh atas harapan yang diinginkan oleh manusia. Kebutuhan hidup ialah kebutuhan yang harus ada untuk dapat menjalani kehidupan dengan baik dan benar serta layak. Bila salah satu dari sejumlah kebutuhan hidup tidak dapat terpenuhi, maka dapat dipastikan bahwa manusia tersebut manjalani hidupnya dengan kegelisahan bahkan kecemasan yang berujung pada keburukan dan ketidaklayakan bagi dirinya sendiri bila kegelisahan dan kecemasan tersebut tidak teratasi dengan baik. Kebutuhan hidup merupakan hal dasar bagi manusia untuk dapat menjalani hidup.
Begitu pentingnya kebutuhan hidup dalam mempengaruhi harapan yang akan terwujud. Kebutuhan hidup bahkan dapat menjadi superior atas akal dan budi yang dapat menjadi inferior sehingga kebutuhan hidup dapat begitu menentukan dan mendorong hasrat berupa kehendak untuk mewujudkan harapan dibanding dengan akal dan budi sebagai pembeda dan penunjuk. Oleh karena itu, kebutuhan hidup tidak dapat diremehkan dalam mewujudkan harapan. Bahkan kebutuhan hidup dapat menjadi alasan yang lebih masuk akal dalam mewujudkan harapan dibandingkan akal dan budi itu sendiri.
Berdasarkan artikel di atas, kegiatan ngaben ( kremasi ) merupakan hal yang penting dan begitu berarti bagi masyarakat yang menjalaninya. Ia merupakan suatu upacara yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat setempat. Ngaben ( kremasi ) berarti harapan karena ia dapat mengembalikan jiwa yang telah terpisah dari tubuhnya untuk kembali kembali ke alam semesta dan menyatu dengan Sang Pencipta menurut kepercayaan dan keyakinan masyarakat setempat. Ngaben menjadi suatu bentuk upacara yang diyakini sebagai cara untuk dapat menghibur jiwa-jiwa yang telah meninggal dan agar jiwa-jiwa tersebut tidak terganggu dengan tangisan keluarganya sehingga ngaben bukanlah suatu acara duka dan bersedih-sedihan. Karena dari upacara ngaben, terlihat bahwa kematian bukanlah akhir dari jiwa yang terus hidup, melainkan awal bagi jiwa tersebut. Ia adalah cara hidup seseorang dan sebagai bentuk harapan yang sangat kuat bagi keluarga almarhum setelah kematian menjemput. Tidak tangis yang meliputi keluarga yang dtinggalkan, melainkan wajah-wajah yang bersemangat, penuh harapan bagi jiwa yang telah meninggal dan keluarga yang dtinggalkan jiwa tersebut.
Dari perihal seputar upacara ngaben di atas, dapat dikatakan bahwa harapan tidak hanya sebagai suatu hasil pemikiran akal dan budi, dorongan kebutuhan hidup, dan pencapaian atas hasrat berupa kehendak yang terwujud, harapan pun sebagai motivasi dan penopang hidup yang memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dalam hal ini berupa nilai-nilai kebaikan dan kebajikan. Nilai-nilai kebaikan dan kebajikan ini memberikan makna dan warna kehidupan dalam harapan yang dimiliki oleh setiap manusia. Oleh sebab itulah, harapan menjadi begitu sangat berharga dan penting dalam menjalani kehidupan.

Sumber :

a.                   Nugroho, Widyo dan Achmad Muchji.1996.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Universitas Gunadarma.
b.                  http://nasional.kompas.com/read/2008/07/16/06415043/function.session-start
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkp3wYlvimZO9Y59yKkfEtEUaXmFGcCOn8kjRKvKshGQ5NOV2teo02Gbp2OAKKnFTBchY57KQlRtD9F_5E0ultR9UV_9PNRRo_USK4jld0pbGRqYDL8pFhz0aC1o3wTIC4ZOXAqUkMxUWG/s1600/harapan.jpg
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/02/1330415230593673812.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitURcWhUGAaMKBgHrOhxvbF-M1dOGO8v43HHF-NKZUouyVAv3ultXvgvcvQNlQHUphvHDnFKM89MqC-t3_lPxLzNnL_BIGS9Hat7VklC2upvPolqLN60clmgye_j52eQGjBlStOwesvMp9/s1600/hope.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5xbhB1hQBPx8oOCczyZjitCMVsLQU0GFTgDRZWn0ew5-Lq863qtV7yaDrkJmMJY-korxTT0xbJG2cbdFPtSlbATR_rKNOzUYaxJWxTQrXdEBoQXDTWsER8N9Ijjny7CF4CqUbBIA0k1eN/s1600/harapan.jpeg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar