A. Pengertian Pandangan
Hidup
Setiap
manusia mempunyai pandangan hidup.
Pandangan hidup itu bersifat kodrati. Karena itu ia menentukan masa depan seseorang. Untuk itu perlu dijelaskan pula apa arti
pandangan hidup. Pandangan
hidup artinya pendapat
atau pertimbangan yang
dijadikan pegangan, pedoman, arahan,
petunjuk hidup di
dunia. Pendapat atau
pertimbangan itu merupakan hasil
pemikiran manusia berdasarkan
pengalaman sejarah menurut
waktu dan tempat hidupnya. Dengan
demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika
atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui
proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat
diuji kenyataannya. Hasil pemikiran itu
dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar ini manusia
menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk. yang disebut pandangan
hidup.
Pandangan hidup
banyak sekali macamnya
dan ragamnya. Akan
tetapi pandangan hidup dapat
diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu terdiri dari 3 macam
:
a) Pandangan hidup
yang berasal dari
agama yaitu pandangan
hidup yang mutlak kebenarannya.
b) Pandangan
hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang
terdapat pada negara tersebut.
c) Pandangan
hidup hasil renungan yaitu pandangan
hidup yang relatif kebenarannya.
Apabila pandangan
hidup itu diterima
oleh sekelompok orang
sebagai pendukung suatu
organisasi, maka pandangan hidup itu disebut ideologi. Jika organisasi itu organisasi politik, ideologinya disebut ideologi politik. Jika organisasi itu negara,
ideologinya disebut ideologi
negara. Pandangan hidup pada
dasarnya mempunyai unsur-unsur
yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan.
Keempat unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan.
Cita - cita ialah apa yang diinginkan
yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur,
bahagia, damai, tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi
keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan
diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmani, dan kepercayaan kepada
Tuhan.
B. Cita-cita
Menurut kamus
umum Bahasa Indonesia,
yang disebut cita-cita
adalah keinginan, harapan, tujuan
yang selalu ada
dalam pikiran. Baik
keinginan, harapan, maupun
tujuan merupakan apa yang
mau diperoleh seseorang
pada masa mendatang.
Dengan demikian cita-cita
merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada
umumnya cita-cita merupakan semacam garis
linier yang makin lama makin
tinggi, dengan perkataan lain:
cita-cita merupakan keinginan,
harapan, dan tujuan
manusia yang makin tinggi tingkatannya. Apabila cita-cita itu tidak
mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan.
Di sini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehingga usaha untuk
mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Misalnya seorang anak
bercita-cita ingin menjadi dokter, ia belum
sekolah, tidak mungkin berpikir baik, sehingga tidak punya kemampuan
berusaha mencapai cita-cita. Itu baru
dalam taraf angan-angan. Antara masa sekarang
yang merupakan realita dengan masa yang akan datang sebagai ide atau
cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang mencapai apa yang
dicita-citakan, hal itu bergantung dari tiga faktor. Pertama, manusianya, yaitu
yang memiliki cita-cita; kedua, kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang
dicita-citakan; dan ketiga, seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.
Faktor
manusia yang mau mencapai cita-cita ditentukan oleh kualitas
manusianya. Ada orang yang tidak berkemauan, sehingga apa yang dicita-citakan
hanya merupakan khayalan saja. Hal demikian banyak menimpa anak-anak muda yang
memang senang berkhayal, tetapi sulit
mencapai apa yang
dicita-citakan karena kurang mengukur
dengan kemampuannya sendiri. Sebaliknya dengan
anak yang dengan
kemauan keras ingin
mencapai apa yang
dicita-citakan, cita-cita merupakan
motivasi atau dorongan
dalam menempuh hidup
untuk mencapainya. Cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan suatu
perjuangan hidup yang bila berhasil akan menjadikan dirinya puas.
Faktor
kondisi yang mempengaruhi tercapainya cita-cita, pada umumnya dapat disebut yang
menguntungkan dan yang menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang
memperlancar tercapainya suatu cita-cita, sedangkan faktor yang menghambat
merupakan kondisi yang merintangi
tercapainya suatu cita-cita.
Contoh :
Amir dan
Budi adalah dua anak
pandai dalam satu
kelas. Keduanya bercita-cita menjadi
sarjana. Amir anak
orang yang cukup
kaya, sehingga dalam mencapai
cita-citanya tidak mengalami
hambatan. Malahan dapat dikatakan
bahwa kondisi ekonomi
orang tuanya merupakan
faktor yang menguntungkan atau
memudahkan mencapai cita-cita si Amir.
Sebaliknya dengan Budi
yang orang tuanya ekonominya lemah,
menyebabkan ia tidak
mampu mencapai cita-citanya.
Ekonomi orang tua Budi yang lemah merupakan hambatan bagi Budi
dalam mencapai cita-citanya.
Faktor
tingginya cita-cita yang merupakan
faktor ketiga dalam mencapai cita-cita. Memang
ada anjuran agar seseorang menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di
langit. Tetapi bagaimana faktor manusianya, mampukah yang bersangkutan
mencapainya, demikian juga faktor kondisinya
memungkinkan hal itu.
Apakah dapat merupakan
pendorong atau penghalang
cita-cita. Sementara itu ada lagi anjuran, agar seseorang menempatkan
cita-citanya yang sepadan atau
sesuai dengan kemampuannya.
Pepatah mengatakan "bayang-bayang setinggi badan",
artinya mencapai cita-cita sesuai dengan kemampuan dirinya. Anjuran yang terakhir ini
menyebabkan seseorang secara
bertahap mencapai apa
yang diidam-idamkan. Pada umumnya
dilakukan dengan penuh perhitungan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki saat itu
serta kondisi yang dilaluinya.
Contoh :
Pada
mulanya Basir adalah
seorang pedagang kecil,
pedagang kaki lima. Ia menyadari bahwa dengan modalnya yang kecil
maka dengan susah payah diperolehnya keuntungan yang berarti. Karena itu dengan
hematnya disisihkan uang
keuntungannya untuk memperbesar modalnya. Hal itu berhasil
diperolehnya, sehingga dengan modal yang lebih
besar ia dapat
menjadi pedagang menengah.
Dan dengan ketekunannya lagi
dilanjutkan kegiatannya dalam
dagang. Dengan kejujuran serta
kesungguhannya dapatlah ia
memperbesar usahanya melalui
kredit yang dipercayakan bank kepadanya. Dengan pengalaman sebagai bekal,
kesungguhan serta kepercayaan yang
dapat diberikan kepada relasinya,
Basir berhasil menjadi pedagang besar. Cita-citanya berangsur dari pedagang kecil ke pedagang menengah, dan
akhirnya tercapai menjadi
pedagang besar.
Suatu
cita-cita tidak hanya dimiliki oleh individu, masyarakat dan bangsapun memiliki
cita-cita juga. Cita-cita suatu bangsa merupakan keinginan atau tujuan suatu
bangsa. Misalnya, bangsa Indonesia mendirikan
suatu negara yang
merupakan sarana untuk
menjadi suatu bangsa yang
masyarakatnya memiliki keadilan dan kemakmuran.
C. Kebajikan
Kebajikan
atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama
dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan
etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, makhluk
bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Manusia adalah seorang pribadi
yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur itu terpisah bila manusia
meninggal. Karena merupakan pribadi,
manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan
sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya. Justru karena
itu, karena mementingkan
diri sendiri, seringkali
manusia tidak mengenal kebajikan.
Manusia merupakan
makhluk sosial, yaitu manusia
hidup bermasyarakat, manusia
saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota
masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai,
saling membenci, saling merugikan, dan sebagainya. Manusia sebagai
makhluk Tuhan, diciptakan
Tuhan dan dapat
berkembang karena Tuhan. Untuk
itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani juga fasilitas alam sekitarnya seperti tanah, air, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Untuk melihat apa
itu kebajikan, kita
harus melihat dari
tiga segi, yaitu
manusia sebagai makhluk pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan
manusia sebagai makhluk Tuhan.
Sebagai makhluk pribadi, manusia dapat
menentukan sendiri apa
yang baik dan
apa yang buruk. Baik buruk itu ditentukan oleh suara hati. Suara hati
adalah semacam bisikan di dalam
hati yang mendesak
seseorang, untuk menimbang
dan menentukan baik-buruknya suatu perbuatan, tindakan atau
tingkah laku. Jadi, suara hati dapat merupakan hakim untuk diri sendiri. Sebab itu,
nilai suara hati amat besar dan penting dalam hidup manusia. Misalnya orang tahu, bahwa membunuh itu
buruk, “jahat” suara hatinya mengatakan demikian, namun manusia kadang-kadang
tak mendengarkan suara hatinya.
Suara hati
selalu memilih yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik
bagi dirinya. Oleh
karena itu, kalau
seseoraang berbuat sesuatu
sesuai dengan bisikan suara
hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Jadi berbuat atau
bertindak menurut suara hati, maka tindakan atau perbuatan itu adalah baik.
Sebaliknya perbuatan atau tindakan berlawanan dengan suara hati kita, maka
perbuatan atau tindakan itu buruk. Misalnya, suara hati kita mengatakan
"tolonglah orang yang menderita itu", dan kita berbuat menolongnya,
maka kita berbuat kebajikan. Sebaliknya, apabila hati kita berkata demikian, namun
kita hanya seolah-olah tak mendengarkan suara hati itu, maka munafiklah kita.
Karena merupakan
anggota masyarakat, maka
seseorang juga terikat dengan
suara masyarakat. Setiap masyarakat
adalah kumpulan pribadi-pribadi, sehingga
setiap suara masyarakat pada
hakekatnya adalah kumpulan suara hati pribadi-pribadi
dalam masyarakat itu. Sebagaimana suara
hati tiap pribadi
itu pasti selalu
menginginkan yang baik,
maka masyarakat yang terdiri atas
pribadi-pribadi itu pun pasti suara hatinya juga menginginkan yang baik,
maka masyarakat yang
terdiri atas pribadi-pribadi pasti
suara hatinya juga menginginkan yang
baik untuk kehidupan
masyarakatnya. Sebab itu
jika benar-benar berdasarkan pada
suara hati anggota-anggotanya, suara hati masyarakat pada dasarya adalah baik. Misalnya,
warga disuatu daerah
menghendaki kerja bakti
dengan mengadakan pembersihan saluran
air di kampung. Bila kita
ikut beramai-ramai kerja
bakti, berarti kita mengikuti suara hati masyarakat, kerja bakti itu. Tetapi, bila kita tidak mengikutinya
berarti kita tidak mau mengikuti suara hati
masyarakat. Sesuatu yang baik bagi masyarakat, berarti baik bagi
kepentingan masyarakat. Tetapi dapat
saja terjadi, bahwa sesuatu yang
baik bagi kepentingan umum/masyarakat tidak baik bagi salah
seorang atau segelintir
orang didalamnya atau sebaliknya.
Dengan demikian, seseorang harus tunduk kepada apa yang baik bagi masyarakat umum.
Contoh :
Budi
tidak setuju jalan di depan rumahnya diperlebar, karena harus memotong bagian depan
rumahnya. Tetapi masyarakat kampung mengusulkan
dan telah disetujui jalan ini
harus diperlebar demi keamanan. Akhimya karena desakan seluruh warga, dengan sangat terpaksa Budi menyetujuinya.
Jadi baik
atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri. Meskipun demikian harus
dinilai dan diukur menurut suara atau pendapat umum. Disini tidak berarti bahwa pendapat umum atau
kepentingan umum itu di atas segala-galanya, sehingga suara hati, pendapat atau
kepentingan pribadi-pribadi diperkosa
begitu saja. Sebagai mahluk
Tuhan, manusiapun harus
mendengarkan suara hati
Tuhan. Suara Tuhan selalu
membisikkan agar manusia berbuat
baik dan mengelakkan
perbuatan yang tidak baik. Jadi,
untuk mengukur perbuatan baik buruk, harus kita dengar pula suara Tuhan
atau kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan berbentuk hukum Tuhan
atau hukum agama.
Jadi kebajikan
itu adalah perbuatan
yang selaras dengan
suara hati kita,
suara hati masyarakat dan
hukum Tuhan. Kebajikan
berarti berkata sopan,
santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah
terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang melihatnya. Baik-buruk, kebajikan dan
ketidakbajikan menimbulkan daya kreatifitas bagi seniman. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi kebajikan dan ketidakbajikan. Namun ada pula
kebajikan semu, yaitu kejahatan yang berselubung kebajikan. Kebajikan semu ini
sangat berbahaya, karena pelakunya orang-orang munafik, yang bermaksud mencari keuntungan
diri sendiri.
Kebajikan
manusia nyata dan dapat dirasakan dalam tingkah lakunya. Karena tingkah laku
bersumber pada pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri,
sehingga tingkah laku setiap orang
berbeda-beda. Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga
hal. Pertama faktor pembawaan (heriditas) yang telah ditentukan pada waktu
seseorang masih dalam kandungan. Pembawaan merupakan hal yang diturunkan atau
dipusakai oleh orang tua. Tetapi mengapa mereka yang saudara sekandung tidak
memiliki pembawaan yang sama ? Hal itu disebabkan, karena sel-sel benih yang
mengandung faktor-faktor penentu (determinan) berjumlah sangat banyak, pada
saat konsepsi saling berkombinasi
dengan cara bermacam-macam sehingga menghasilkan anak yang
bermacam-macam juga (prinsip variasi dalam keturunan). Namun, mereka yang
bersaudara memperlihatkan kecondongan kearah rata-rata, yaitu sifat rata-rata yang
dimiliki oleh mereka yang saudara sekandung
(prinsip negresi filial). Pada masa konsepsi atau pembuahan itulah terjadi
pembentukan temperamen seseorang.
Faktor
kedua yang menentukan tingkah laku seseorang adalah lingkungan (environment). Lingkungan
yang membentuk seseorang
merupakan alam kedua yang terjadinya setelah seorang
anak lahir (masa pembentukan seseorang waktu masih dalam kandungan merupakan
alam pertama). Lingkungan membentuk jiwa seseorang meliputi lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, orang tua maupun anak-anak
yang lebih tua merupakan panutan seseorang, sehingga bila yang dianut sebagai
teladan berbuat yang baik-baik, maka si anak yang tengah membentuk diri
pribadinya akan baik juga. Dalam lingkungan sekolah
yang menjadi panutan
utama adalah guru,
sementara itu teman-teman sekolah
ikut serta memberikan andilnya. Dalam lingkungan sekolah tokoh panutan seorang
anak sudah memiliki posisi yang lebih luas dibandingkan dengan dalam keluarga. Pembentukan pribadi
dalam sekolah terjadi
pada masa anak-anak
atau masa sekolah. Lingkungan ketiga adalah masyarakat,
yang menjadi panutan bagi seseorang adalah tokoh masyarakat dengan masa
setelah anak-anak menjadi dewasa atau duduk di perguruan tinggi.
Selain
tokoh-tokoh dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat yang merupakan personal,
kepribadian seorang anak juga memperoleh pengaruh dari benda-benda atau
peralatan dalam lingkungaan tersebut yang merupakan non-personal. Karena itu
dalam pembentukan kepribadian pada umumnya anak-anak kota lebih terampil
dibandingkan dengan anak pedesaan, namun
dalam hubungan bermasyarakat lebih-lebih yang berjenjang anak-anak dari daerah
pedesaan lebih unggul.
Faktor
ketiga yang menentukan tingkah laku seseorang adalah pengalaman yang khas yang
pernah diperoleh. Baik pengalaman
pahit yang sifatnya negatif, maupun pengalaman manis
yang sifatnya positif, memberikan pada manusia suatu bekal yang selalu
dipergunakan sebagai pertimbangan sebelum
seseorang mengambil tindakan.
Mungkin sekali bahwa berdasakan hati
nurani seseorang mau
menolong orang dalam
kesusahan, tetapi karena pernah memperoleh pengalaman pahit
waktu mau menolong seseorang
sebelumnya, maka niat baiknya itu
tertahan, sehingga diurungkan untuk membantu. Belajar hidup dari pengalaman inilah
yang merupakan pembentukan budaya dalam diri seseorang.
Dalam
prakteknya, dari ketiga faktor diatas, yaitu hereditas, lingkungan, dan
pengalaman, manakah yang paling dominan ? Sulit diberikan jawaban, karena
ketiga-tiganya terjalin erat sekali.
Disamping itu, ketiga
faktor tersebut dalam membentuk pribadi
seseorang berbeda kekuatannya
dengan pembentukan pada pribadi lain.
D. Usaha / Perjuangan
Usaha/perjuangan
adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus kerja keras untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian
hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup dan ini sudah
kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempurna.
Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus kerja keras. Apabila
seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan tekun serta
memenuhi semua ketentuan akademik. Kerja keras itu dapat dilakukan dengan
otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Para ilmuwan
lebih banyak bekerja keras dengan otak/ilmunya daripada dengan jasmaninya. Sebaliknya
para buruh, petani lebih
banyak menggunakan jasmani daripada
otaknya. Para tukang dan para ahli lebih banyak menggunakan kedua-duanya, otak dan
jasmani, daripada salah satunya. Para politisi lebih banyak kerja otak daripada
jasmani. Sebaliknya para prajurit lebih banyak kerja jasmani daripada otak.
Kerja
keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya
pemalas membuat manusia itu miskin, melarat, dan berarti menjatuhkan harkat dan martabatnya sendiri.
Karena itu tidak boleh bemalas-malas, bersantai-santai dalam hidup ini. Santai
dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur waktunya itu. Dalam agamapun
diperintahkan untuk kerja keras. Sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar
Muhammad S.A.W. yang ditujukan kepada para pengikutnya: "Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya, dan
beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati besok”. Allah berfirman dalam
Al-Qur'an surat Ar-Ra'du ayat 11 :
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri". Dari hadist dan firman ini dapat dinyatakan bahwa manusia
perlu kerja keras untuk memperbaiki nasibnya sendiri. Untuk bekerja keras
manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah timbul
perbedaan tingkat kemakmuran
antara manusia satu
dan manusia lainnya. Kemampuan itu
terbatas pada fisik dan keahlian/ketrampilan. Orang
bekerja dengan fisik lemah
memperoleh hasil sedikit, keterampilan akan memperoleh penghasilan lebih banyak
jika dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai keterampilan/keahlian.
Karena itu mencari ilmu dan keahlian/keterampilan itu suatu keharusan. Sebagaimana
dinyatakan dalam ungkapan sastra: "Tuntutlah
ilmu dari buaian sampai ke liang lahat" dan dalam pendidikan dikatakan
sebagai "long life education".
Karena manusia ini mempunyai rasa kebersamaan dan belas kasihan (cinta kasih) antara
sesama manusia, maka ketidakmampuan atau kemampuan terbatas yang menimbulkan perbedaan tingkat
kemakmuran itu dapat
diatasi bersama-sama secara
tolong menolong, bergotong-royong. Apabila sistem ini diangkat ke tingkat
organisasi negara, maka negara akan mengatur usaha/perjuangan warga negaranya sedemikian rupa, sehingga
perbedaan tingkat
kemakmuran antara sesama warga negara dapat dihilangkan atau tidak terlalu
mencolok. Keadaan ini dapat dikaji melalui pendangan hidup/ideologi
yang dianut oleh suatu negara.
Dalam negara
yang menganut ideologi
liberalisme, kesadaran individu
yang lebih berperan untuk
membantu individu lain yang kurang/tidak mampu bekerja keras memperoleh penghasilan layak.
Jika individu tidak punya kesadaran atau
rendah tingkat kesadarannya untuk
membantu yang lain yang kurang/tidak mampu, maka akan muncul perjuangan bebas dan persaingan
bebas. Manusia yang
satu mengeksploitasi manusia
lain. Misalnya dalam hubungan kerja,
majikan mempekerjakan buruhnya dengan upah murah tak sebanding dengan tenaga
yang dikeluarkannya, upah tidak mencukupi kebutuhan minimal si buruh. Sebaliknya, dalam negara yang menganut
ideologi komunis, negara yang lebih berperan mengatur usaha/perjuangan warga negara.
Setiap warga negara harus tunduk dan patuh pada ketentuan yang ditetapkan
negara, bahkan dengan paksaan dan kekerasan. Asas kebersamaan, pemerataan, sama
rata sama rasa diterapkan dengan ketat. Akibatnya justru melanggar keadilan, melanggar
hak-hak asasi manusia itu sendiri. Walaupun tujuan ideologi komunis itu adalah kemakmuran
warga negara, caranya mewujudkan kemakmuran itu tidak sesuai dengan hakikat dan
martabat manusia. Manusia tidak lebih
dari alat menciptakan kemakmuran. Padahal manusia itu makhluk ciptaan Tuhan
yang punya harkat dan martabat.
E. Keyakinan / Kepercayaan
Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal
dari akal atau kekuasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran
filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran
gabungan.
a) Aliran
Naturalisme
Hidup manusia ini dihubungkan dengan
kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur,
dan itu dari Tuhan. Tetapi bagi yang tidak percaya pada Tuhan, natur itulah
yang tertinggi. Tuhan menciptakan alam semesta lengkap dengan hukum-hukumnya,
secara mutlak dikuasai Tuhan. Manusia
sebagai makhluk tidak mampu menguasai alam ini, karena manusia itu lemah. Manusia hanya dapat
berusaha/berencana tetapi Tuhan yang menentukan. Aliran naturalisme berintikan
spekulasi, mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada Tuhan. Lalu mana yang benar
? Yang benar adalah keyakinan. Jika kita yakin Tuhan itu ada, maka kita katakan
Tuhan ada. Bagi yang tidak yakin, dikatakan Tuhan tidak ada
dan yang ada hanya natur. Bagi yang percaya Tuhan, Tuhan itulah kekuasaan tertinggi.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. Karena itu manusia mengabdi kepada Tuhan
berdasarkan ajaran-ajaran Tuhan yaitu agama.
Ajaran agama itu ada dua macam
yaitu :
·
Ajaran agama dogmatis, yang disampaikan oleh
Tuhan melalui nabi-nabi. Ajaran agama yang dogmatis bersifat mutlak (absolut),
terdapat dalam kitab suci Al-Quran dan Hadist. Sifatnya tetap, tidak
berubah-ubah.
·
Ajaran agama dari pemuka-pemuka agama, yaitu
sebagai hasil pemikiran manusia, sifatnya relatif (terbatas). Ajaran agama dari
pemuka-pemuka agama termasuk kebudayaan, terdapat dalam buku-buku agama yang ditulis oleh pemuka-pemuka agama.
Sifatnya dapat berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan zaman.
Apabila aliran naturalisme ini
dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari
Tuhan. Jadi, pandangan hidup dilandasi oleh ajaran-ajaran Tuhan melalui agamanya.
Manusia yakin bahwa
kebajikan itu diridhoi
oleh Tuhan. Pandangan hidup yang
dilandasi keyakinan bahwa Tuhanlah kekuasaan tertinggi, yang
menentukan segala-galanya disebut pandangan hidup religius (keagamaan).
Sebaliknya, apabila manusia tidak
mengakui adanya Tuhan, natur adalah
kekuatan tertinggi, maka
keyakinan itu bermula dari kekuatan natur. Pandangan hidupnya dilandasi oleh kekuatan
natur. Manusia yakin
bahwa kebajikan adalah
kebajikan natur. Pandangan hidup yang dilandasi oleh kekuatan natur sifatnya atheisme.
Ini disebut pandangan hidup komunis.
b) Aliran intelektualisme
Dasar aliran ini adalah logika / akal. Manusia mengutamakan
akal. Dengan akal manusia berpikir. Mana
yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan
hati nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan pikir (akal) kebajikan itu
dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi. Teknologi adalah
alat bantu mencapai kebajikan yang maksimal, walaupun mungkin teknologi memberi
akibat yang bertentangan dengan hati nurani.
Akal berasal dari bahasa Arab, artinya
kalbu, yang berpusat di hati, sehingga timbul istilah "hati nurani",
artinya daya rasa. Di Barat hati nurani ini menipis, justru yang menonjol adalah
akal yaitu logika berpikir. Karena itu aliran ini banyak dianut di kalangan
Barat. Di Timur orang mengutamakan hati nurani,yang baik menurut akal belum
tentu baik menurut hati nurani.
Apabila aliran ini dihubungkan dengan
pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari akal. Jadi pandangan
hidup ini dilandasi oleh keyakinan kebenaran yang diterima akal. Benar menurut
akal itulah yang baik. Manusia yakin
bahwa kebajikan hanya dapat diperoleh
dengan akal (ilmu dan teknologi). Pandangan hidup ini disebut liberalisme.
Kebebasan akal menimbulkan kebebasan
bertingkah laku dan berbuat, walaupun tingkah laku dan perbuatan itu
bertentangan dengan hati nurani. Kebebasan akal lebih ditekankan pada setiap
individu. Karena itu individu yang berakal (berilmu dan berteknologi tinggi) dapat menguasai individu yang berpikir rendah (bodoh).
c) Aliran
Gabungan
Dasar aliran ini ialah kekuatan gaib
dan juga akal. kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya
adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan,
yang menentukan benar tidaknya sesuatu.
Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun
sebagai rasa (hati nurani). Jadi, apa
yang bemula menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani. Apabila aliran
ini dihubungkan dengan
pandangan hidup, maka
akan timbul dua kemungkinan pandangan hidup. Apabila
keyakinan lebih berat didasarkan pada logika berpikir, sedangkan hati nurani
dinomor duakan, kekuatan gaib dari Tuhan diakui adanya tetapi tidak menentukan,
dan logika berpikir tidak ditekankan pada logika berpikir individu, melainkan logika
berpikir kolektif (masyarakat), pandangan hidup ini disebut sosialisme. Apabila
dasar keyakinan itu kekuatan gaib dan Tuhan dan akal, kedua-duanya mendasari keyakinan
secara berimbang, akal dalam arti baik sebagai logika berpikir maupun
sebagai daya rasa (hati nurani), logika berpikir baik secara individual maupun
secara kolektif pandangan hidup ini disebut sosialime-religius. Kebajikan yang
dikehendaki adalah kebajikan menurut logika berpikir dan dapat diterima oleh
hati nurani, semuanya itu berkat karunia Tuhan.
Apabila kita kaji
maka antara dua pandangan hidup ini
terdapat perbedaan pokok. Pandangan hidup sosialisme menekankan
pada logika berpikir kolektif, sedangkan pandangan hidup sosialisme-religius
menekankan pada logika berpikir kolektif individual. Pandangan hidup sosialisme
mengutamakan logika berpikir dari pada hati nurani, sedangkan sosialisme-religius mengutamakan
kedua-duanya logika berpikir
dan hati nurani.
Pandangan hidup sosialisme tidak
begitu menghiraukan kekuasaan
Tuhan, sebaliknya sosialisme
religious kekuasaan Tuhan begitu menentukan.
F. Langkah-langkah Berpandangan
Hidup Yang Baik
Manusia
pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Bagaimana kita
memperlakukan pandangan hidup itu tergantung pada orang yang bersangkutan. Ada yang
memperlakukan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada pula
yang memperlakukaan sebagai penimbul kesejahteraan, ketentraman dan sebagainya.
Akan tetapi yang terpenting, kita seharusnya mempunyai langkah-langkah
berpandangan hidup ini. Karena hanya dengan mempunyai langkah-langkah itulah
kita dapat memperlakukan pandangan
hidup sebagai sarana
mencapai tujuan dan
cita-cita dengan baik.
Adapun langkah-langkah itu sebagai berikut :
a) Mengenal
Mengenal merupakan suatu kodrat bagi
manusia yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam
hal ini mengenal apa itu pandangan hidup. Tentunya kita yakin dan sadar
bahwa setiap manusia itu pasti mempunyai
pandangan hidup, maka kita dapat memastikan bahwa pandangan hidup itu ada sejak
manusia itu ada, dan bahkan hidup itu ada sebelum manusia itu belum turun ke dunia. Adam dan hawalah dalam hal ini
yang merupakan manusia pertama,
dan berarti pula
mereka mempunyai pandangan hidup
yang digunakan sebagai pedoman dan yang memberi petunjuk kepada mereka. Sedangkan
kita sebagai makhluk yang bernegara dan atau beragama pasti mempunyai pandangan
hidup juga dalam beragama, khususnya Islam, kita mempunyai pandangan hidup,
yaitu Al Qur'an, Hadist dan
ijma’ Ulama, yang merupakan satu
kesatuan dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu
sama lainnya.
b) Mengerti
Tahap kedua untuk berpandangan hidup
yang baik adalah mengerti. Mengerti disini dimaksudkan mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri.
Bila dalam bernegara kita berpandangan pada Pancasila, maka dalam berpandangan
hidup pada Pancasila kita hendaknya mengerti
apa Pancasila dan
bagaimana mengatur kehidupan bernegara. Begitu juga bagi yang
berpandangan hidup pada agama Islam.
Hendaknya kita mengerti apa itu
Al-Qur'an, Hadist dan ijma’ itu dan bagaimana ketiganya itu mengatur
kehidupan baik di dunia maupun di akherat. Selain itu juga kita mengerti untuk
apa dan dari mana Al Qur'an, hadist, dan ijma’ itu. Sehingga dengan demikian
mempunyai suatu konsep pengertian tentang pandangan hidup dalam Agama Islam.
Mengerti terhadap pandangan hidup di
sini memegang peranan penting. Karena dengan mengerti, ada kecenderungan
mengikuti apa yang terdapat dalam pandangan hidup itu.
c) Menghayati
Langkah selanjutnya setelah mengerti
pandangan hidup adalah menghayati pandangan hidup itu. Dengan menghayati pandangan hidup kita memperoleh
gambaran yang tepat dan benar mengenai
kebenaran pandangan hidup itu
sendiri. Menghayati disini dapat diibaratkan menghayati nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, yaitu dengan memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai
pandangan hidup itu sendiri.
Langkah-langkah yang dapat
ditempuh dalam rangka menghayati ini,
menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan pandangan hidup, bertanya
kepada orang yang dianggap lebih tahu dan lebih berpengalaman mengenai isi pandangan
hidup itu atau mengenai pandangan hidup itu
sendiri. Jadi dengan menghayati pandangan hidup kita akan memperoleh
mengenai kebenaran tentang pandangan hidup itu sendiri.
Yang
perlu diingat dalam
langkah mengerti dan
menghayati pandangan hidup
itu, yaitu harus ada sikap penerimaan
terhadap pandangan hidup itu
sendiri. Dalam sikap penerimaan pandangan hidup
ini ada dua alternatif yaitu penerimaan secara ikhlas dan penerimaaan
secara tidak ikhlas. Dengan kata lain langkah mengenai mengerti dan menghayati
ini ada sikap penerimaan dan hal lain merupakan langkah yang menentukan
terhadap langkah selanjumya. Bila dalam mengerti dan menghayati ini ada penerimaan secara ikhlas, maka langkah selanjutnya
akan memperkuat keyakinannya. Akan
tetapi bila sebaliknya, langkah selanjutnya tidak berguna.
d) Meyakini
Setelah mengetahui kebenaran dan
validitas, baik secara kemanusiaan, maupun ditinjau dari segi kemasyarakatan maupun negara dan dari kehidupan
di akherat, maka hendaknya kita meyakini pandangan hidup yang telah kita hayati
itu. Meyakini ini merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu
kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya. Dengan meyakini
berarti secara langsung
ada penerimaan yang ikhlas terhadap pandangan hidup
itu. Adanya sikap
menerima secara ikhlas
ini maka ada
kecenderungan untuk selalu berpedoman kepadanya dalam segala tingkah laku
dan tindak tanduknya selalu dipengaruhi
oleh pandangan hidup
yang diyakininya. Dalam meyakini ini penting juga adanya iman
yang teguh. Sebab dengan iman yang teguh ini dia tak akan terpengaruh oleh
pengaruh dari luar dirinya yang menyebabkan dirinya tersugesti.
Contoh
:
Keyakinan
itu penting dalam
tingkah laku. Kita
sebagai umat yang beragama Islam yakin bahwa Allah itu
mempunyai sifat yang maha dari segala yang diantaranya adalah maha
mengetahui. Sifat maha
mengetahui ini membuat
orang yang meyakininya selalu berbuat
baik. Dalam hal
ini adalah keyakinan
yang sebenar-benamya. Akan
tetapi dalam kasus tertentu ada pula orang yang walaupun meyakini,
tetapi karena imannya tipis maka terpaksa
melanggar ketentuannya.
e) Mengabdi
Pengabdian merupakan sesuatu hal yang
penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan
diterima baik oleh dirinya lebih-lebih
oleh orang lain. Dengan mengabdi maka kita akan merasakan manfaatnya. Sedangkan perwujudan manfaat mengabdi ini
dapat dirasakan oleh pribadi kita sendiri. Dan manfaat itu sendiri bisa terwujud
di masa masih hidup dan atau sesudah meninggal yaitu di
alam akhirat. Dampak berpandangan hidup Islam yang antara lain yaitu
mengabdi kepada orang tua (kedua orang tua).
Dalam mengabdi kepada orang tua
bila didasari oelh pandangan hidup Islam
maka akan cenderung untuk selalu
disertai dengan ketaatan dalam
mengikuti segala perintahnya.
Setidak-tidaknya kita menyadari bahwa kita sudah selayaknya mengabdi kepada orang
tua. Karena kita dahulu, yaitu dari bayi sampai dapat berdiri sendiri lalu
diasuhnya dan juga kita dididik kepada hal
yang baik. Oleh karena itu
seharusnya mengabdi kepada orang tua kita dengan perwujudannya yang berupa perbuatan yang menyenangkan hatinya,
baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Artinya apapun
yang menjadi hambatan
dan tantangan kita
untuk tidak mengabdi kepadanya
harus selalu ditumbangkan.
Jadi jika
kita sudah mengenal, mengerti, menghayati, dan meyakini pandangan hidup ini,
maka selayaknya disertai dengan pengabdian.
Dan pengabdian ini hendaknya dijadikan pakaian, baik
dalam waktu tentram
lebih-lebih bila menghadapi
hambatan, tantangan dan sebagainya.
f) Mengamankan
Mungkin sudah merupakan sifat manusia
bahwa bila sudah mengabdikan diri pada suatu
pandangan hidup lalu ada orang lain yang mengganggu dan atau menyalahkannya
tentu dia tidak menerima dan bahkan
cenderung untuk mengadakan perlawanan. Hal ini karena kemungkinan merasakan
bahwa dalam berpandangan hidup
itu dia telah
mengikuti langkah-langkah
sebelumnya dan
langkah-langkah yang ditempuhnya
itu telah dibuktikan kebenarannya sehingga akibatnya
bila ada orang lain yang mengganggunya maka dia pasti akan mengadakan suatu
respon entah respon itu berwujud tindakan atau lainnya.
Proses mengamankan ini merupakan
langkah terakhir. Tidak mungkin atau sedikit kemungkinan bila belum mendalami
langkah sebelumnya lalu akan ada proses mengamankan ini. Langkah
yang terakhir ini merupakan
langkah terberat dan benar-benar membutuhkan iman yang teguh dan kebenaran
dalam menanggulangi segala sesuatu demi tegaknya pandangan hidup itu.
Contoh :
Seorang
yang beragama Islam
dan berpegang teguh
kepada pandangan hidupnya, lalu
suatu ketika dia dicela baik secara langsung ataupun secara tidak langsung, maka
jelas dia tidak menerima celaan itu.
Bahkan bila ada orang yang ingin merusak atau bahkan ingin memusnahkan
agama Islam baik terang-terangan ataupun secara diam-diam, sudah tentu dan
sudah selayaknya kita mengadakan tindakan terhadap segala sesuatu yang menjadi
pengganggu.
Artikel
:
Ter-ater, Untuk Famili, Guru
"Ngaji", dan Kyai
Jodhi Yudono | Minggu, 14 September
2008 | 01:45 WIB
Sore itu suasana di desa Gagah
kecamatan Kadur, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, terlihat berbeda dengan hari-hari
biasanya. Hilir mudik kaum perempuan desa, baik tua, muda, bahkan hingga
anak-anak, membawa makanan ke rumah-rumah warga, menjadi pemandangan yang
dominan di desa kecil yang hanya berpenduduk 785 orang itu.
"Assalamu’alaikum, ini saya
disuruh ibu mengantar "rebbe" buk. Ibu tidak bisa mengantar sendiri
ke sini katanya mohon maaf, karena sedang banyak pekerjaan di rumah," sapa
Ita, begitu sampai di sebuah rumah yang memiliki halaman luas di dusun Daporah
desa setempat.
Begitu barang bawaannya diterima,
gadis desa yang memiliki nama lengkap Diah Puspita Ningrum itu langsung
berpamitan pulang kepada pemilik rumah, Sahama yang tak lain masih memiliki
hubungan familinya dengannya.
"Saya mau cepet-cepet pulang
saja, soalnya masih disuruh mengantar ke rumah rumah tetangga di sana,"
kata gadis yang masih berusia sekitar 13 tahun itu sambil berpamitan pulang.
Bagi warga Madura, "rebbe"
merupakan sebuah istilah pemberian makanan kepada para tetangga, kerabat
ataupun sanak famili yang diberikan pada hari-hari tertentu dengan maksud untuk
berbagi rezeki.
Menurut tokoh masyarakat setempat
Ahmad Baihaqi, bagi keluarga atau rumah tangga yang menerima pemberian makanan
dari tetangga atau familinya, mareka berkewajiban pula memberikan makanan.
"Tapi tidak harus waktu itu juga.
Bisa saja diberikan keesokan harinya atau pada hari-hari lain yang dianggap
sebagai hari mustajabah. Misalnya malam Jumat," kata Baihaqi.
Mengantar "rebbe" atau
makanan yang oleh warga Madura disebut "ter-ater" itu tidak hanya
dilakukan kepada para kerabat, dan sanak famili saja, tapi juga kepada sesepuh
desa, guru ngaji dan pengasuh pondok pesantren atau kyai.
"Ter-ater" untuk kyai
pengasuh pondok pesantren, bukan hanya berupa makanan, tapi bisa juga berupa
hasil bumi. Seperti jagung, padi, ketela pohon, dan berbagai jenis buah-buahan
yang menjadi hasil pertanian mereka.
"Setiap panen, baik panen jagung
ataupun padi, saya pasti menyisihkan khusus untuk kyai dan guru ngaji anak
saya," kata Suhana (49) warga desa Kertagena Tengah kecamatan Kadur
Pamekasan.
Di bulan suci Ramadan, tradisi saling
mengantar makanan, atau "ter-ater" biasanya pada malam pertama puasa
dan pertengahan bulan puasa, yakni mulai tanggal 17 Ramadan hingga hari raya
Idulfitri.
Pada malam pertama Ramadan dimaksudkan
sebagai bentuk ungkapan dalam menyambut datangnya bulan yang penuh berkah dan
ampunan Allah. Sedang pada tanggal 17 Ramadan hingga hari raya Idulfitri
diharapkan akan mendapat berkah malam lailatur-qodar, dimana sebagian ulama
memercayai bahwa malam lailatul-qodar muali tanggal 17 Ramadan hingga hari raya
Idulfitri pada malam ganjil. Seperti malam tanggal 17, 19, 21, tanggal 23, 25,
27 hingga 29 Ramadan.
Sementara di hari raya Idulfitri,
tradisi "ter-ater rebbe" yang dilakukan, sebagai bentuk rasa syukur
atas pelaksanaan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Pererat
persaudaraan
Dosen bahasa Indonesia dan sastra
Universitas Madura Drs Kholifaturrahman, M.Pd menyatakan, selain merupakan
tradisi yang sudah terjadi sejak dulu, tradisi ter-ater sebenarnya merupakan
salah satu bentuk dalam berupaya mempererat hubungan kekeluargaan di Madura.
Tradisi semacam ini memang masih
dilakukan masyarakat di Madura termasuk Pamekasan. Tapi akhir-akhir ini
terlihat sudah mulai berkurang. Kecendrungan pola hidup modern dengan berbagai
fasilitas yang tersedia, seperti HP dan telepon menurut Khalifaturrahman
merupakan salah satu penyebabnya.
"Warga desa yang masih
menjalankan tradisi asli Madura ini, sudah mulai berkurang. Meskipun ada tapi
nuansanya sudah jauh berbeda dengan masa dulu," kata Khalifaturrahman, yang juga kepala seksi
kebudayaan dinas P dan K kabupaten Pamekasan.
Sebenarnya menurut Khalifaturrahman,
tradisi Madura yang memiliki nilai
positif dan mengandung nilai-nilai luhur budaya Madura, bukan hanya tradisi
"ter-ater rebbe" sebagaimana pada setiap malam Jumat, dan hari-hari
baik dalam pandangan agama Islam, tapi juga banyak tradisi lain yang saat ini
sudah jarang dilakukan.
"Ini perlu peran aktif lembaga
formal yang ada di Madura. Sebab masuknya modernisasi ke Madura nantinya
sedikit banyak tentu akan berpengaruh terhadap keaslian budaya dan tradisi
Madura," kata Khalifaturrahman menjelaskan.(ANT)
Pendapat
:
Manusia
dan pandangan hidup, dua hal tersebut tak mungkin dapat terpisahkan dan pasti
memiliki keterikatan yang kuat. Manusia sebagai pelaksana dan penemu pandangan
hidup; dan pandangan hidup sebagai motor dan motivasi manusia dalam menjalankan
kehidupannya. Manusia yang berpandangan hidup pasti memiliki tujuan hidup
karena tujuan hidup terlahir dari pandangan hidup manusia tersebut. Pandangan
hidup yang melahirkan tujuan hidup dapat disebut sebagai cita-cita, yakni
harapan, keinginan, dan kemauan untuk mencapai apa yang ingin dicapai dalam
hidup. Cita-cita akan menghasilkan kebajikan bila di dalam cita-cita tersebut
terdapat pandangan hidup yang bersumber pada hati nurani dan akal yang selaras
dan seirama, sehingga cita-cita tersebut dapat memberikan manfaat baik bagi
dirinya dan sekitarnya. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, manusia harus berusaha
keras dan memiliki kesungguhan dalam menjalankannya karena dengan begitu,
cita-cita dapat terwujud.
Pandangan
hidup manusia berasal dari beberapa macam, yakni berasal dari ajaran Tuhan,
hasil pemikiran dan pengalaman manusia, dan pemikiran dan pengalaman manusia
dengan berlandaskan ajaran Tuhan. Dari ketiga pandangan tersebut, pandangan
ke-tiga yang merupakan bentuk pandangan yang ideal karena bagaimanapun manusia
yang berpikir merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, maka tidak mungkin
manusia yang berpikir dapat menjalani kehidupan dengan baik tanpa menjalankan
dan mendirikan ajaran Tuhan. Manusia merupakan makhluk yang lemah pada dasarnya
dan manusia butuh sandaran dalam menjalankan kehidupan, yaitu berupa ajaran
Tuhan. Pemikiran manusia yang berlandaskan ajaran Tuhan akan memperkokoh
keyakinan dalam menjalani pandangan hidup karena pemikiran manusia dan ajaran
Tuhan pastinya saling mendukung dan mengisi satu sama lain sehingga manusia
dapat menjalani hidup sebagai sebenar-benarnya manusia.
Kebiasaan
saling memberi antar warga di suatu daerah ( dalam hal ini, Madura) berdasarkan
artikel di atas menunjukan pandangan hidup masyarakat tersebut. Pandangan hidup
tersebut berbentuk kebiasaan turun temurun yang pada akhirnya menjadi suatu
bentuk budaya masyarakat. Walaupun kebudayaan tersebut mulai menunjukan
penipisan dan pergeseran sehingga nilai dan rasa yang tertanam di waktu lampau
mulai memudar, namun karena pandangan hidup masih terus menyala dan para tokoh
masyarakat dan masyarakat setempat masih terus berupaya menjaga dan
melestarikannya, kebudayaan berupa tradisi tersebut masih ada. Meskipun nilai
dan rasa yang tertanam dari tradisi budaya yang bersumber dari pandangan hidup
masyarakat sudah mulai memudar, namun semangat dari inti pandangan hidup
tersebut masih ada dan terus bertahan untuk dapat menjadi warisan nilai yang
berharga bagi generasi penerus, terutama generasi penerus di tempat tradisi
budaya tersebut berasal.
Pandangan
hidup merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan bagian yang menunjukan
apakah manusia itu manusia sebagai pemakmur bumi atau manusia sebagai perusak
bumi. Manusia pun pada dasarnya adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan
sebagai khalifah sehingga bila manusia tersebut mengikuti akal yang bersahabat
dengan hati nuraninya, maka pandangan hidupnya pasti memiliki nilai-nilai
sebagai khalifah, sebagai pemelihara dan pemakmur bumi.
Sumber
:
a.
Nugroho, Widyo dan Achmad Muchji.1996.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Universitas
Gunadarma
c. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEga_RWG_-boGYfbTnE8jckr-JxPD-kAnBzyzOJ_hEOQvlTkfYMy9L1H0WO2WX88inyRJ3s6OIcsToXOMR0zAfkPLbMJMXo370fbD9T3IOjOM2A3Pamo2b86n8bSQBZcY5P7CEEFFmklWm0G/s1600/1.jpg
d. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjKGeYCUIe4irR6eXehanSsfpFstYbF_hTw4wCV6P1Cn-REoZvwiDW9wlEnLIJhABb0mdpV48FlMphVkZd14yK6GgvwUyG0CObOaZPcH0fM4CzAG2L8oDo0JPh9Q9_bNRlQOhUi6jdxzfL/s1600/perfectionist-streetwearxhiphop.jpg
e. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO1pNBxiLjOyde8PdwdIXp6cWublJMVCRWJPG7UBANN7Sh0i6f-RMqEw9zj8n06SZkuCM1HaOYzQb06X4aIA6kwpnQSWPK_igl5jOn0PYo-i5t4sYBymggNZ7h9yfrBSfyEgczo9CXI7_S/s400/pandangan.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar