Cari Blog Ini

Kamis, 21 Juni 2012

Manusia Dan Pandangan Hidup



A.            Pengertian  Pandangan  Hidup
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup.  Pandangan hidup itu bersifat kodrati. Karena itu  ia menentukan masa depan seseorang.  Untuk itu perlu dijelaskan pula apa arti pandangan  hidup.  Pandangan  hidup  artinya  pendapat  atau  pertimbangan  yang  dijadikan pegangan,  pedoman,  arahan,  petunjuk  hidup  di  dunia.  Pendapat  atau  pertimbangan  itu merupakan  hasil  pemikiran  manusia  berdasarkan  pengalaman  sejarah menurut waktu  dan tempat hidupnya. Dengan demikian pandangan hidup  itu  bukanlah timbul  seketika  atau  dalam  waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya.  Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman,  arahan, atau petunjuk. yang disebut pandangan hidup.
Pandangan  hidup  banyak  sekali  macamnya  dan  ragamnya.  Akan  tetapi  pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu terdiri dari  3 macam  :
a)      Pandangan  hidup  yang  berasal  dari  agama  yaitu  pandangan  hidup  yang  mutlak kebenarannya.
b)      Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut.
c)       Pandangan hidup hasil  renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Apabila  pandangan  hidup  itu  diterima  oleh  sekelompok  orang  sebagai  pendukung suatu organisasi, maka pandangan hidup itu disebut ideologi. Jika organisasi  itu organisasi politik,  ideologinya disebut  ideologi politik. Jika organisasi  itu negara,  ideologinya disebut ideologi  negara. Pandangan  hidup  pada  dasarnya  mempunyai  unsur-unsur  yaitu  cita-cita,  kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. Keempat unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan. Cita - cita  ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan.  Tujuan yang hendak dicapai  ialah kebajikan,  yaitu segala hal  yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan  diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.
B.            Cita-cita
Menurut  kamus  umum  Bahasa  Indonesia,  yang  disebut  cita-cita  adalah  keinginan, harapan,  tujuan  yang  selalu  ada  dalam  pikiran.  Baik  keinginan,  harapan,  maupun  tujuan merupakan  apa  yang  mau  diperoleh  seseorang  pada  masa  mendatang.  Dengan  demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada umumnya cita-cita merupakan  semacam  garis  linier yang makin  lama makin tinggi, dengan  perkataan  lain:  cita-cita  merupakan  keinginan,  harapan,  dan  tujuan  manusia  yang makin tinggi  tingkatannya. Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Di sini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehingga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Misalnya seorang anak bercita-cita ingin menjadi dokter, ia belum  sekolah, tidak mungkin berpikir baik, sehingga tidak punya kemampuan berusaha mencapai cita-cita.  Itu baru dalam taraf angan-angan. Antara masa sekarang  yang merupakan realita dengan masa yang akan datang sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang mencapai apa yang dicita-citakan, hal itu bergantung dari tiga faktor. Pertama, manusianya, yaitu yang memiliki cita-cita; kedua, kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang dicita-citakan; dan ketiga, seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.
Faktor manusia  yang mau mencapai  cita-cita ditentukan oleh kualitas manusianya. Ada orang yang tidak berkemauan, sehingga apa yang dicita-citakan hanya merupakan khayalan saja. Hal demikian banyak menimpa anak-anak muda yang memang senang berkhayal, tetapi sulit  mencapai  apa  yang  dicita-citakan  karena  kurang  mengukur  dengan  kemampuannya sendiri. Sebaliknya  dengan  anak  yang  dengan  kemauan  keras  ingin  mencapai  apa  yang  dicita-citakan,  cita-cita  merupakan  motivasi  atau  dorongan  dalam  menempuh  hidup  untuk mencapainya. Cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan suatu perjuangan hidup yang bila berhasil akan menjadikan dirinya puas.
Faktor kondisi yang mempengaruhi tercapainya cita-cita, pada umumnya dapat disebut yang menguntungkan dan yang menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita, sedangkan faktor yang menghambat merupakan kondisi  yang merintangi tercapainya suatu cita-cita.
Contoh :
Amir dan  Budi  adalah dua  anak  pandai  dalam  satu  kelas.  Keduanya bercita-cita  menjadi  sarjana.  Amir  anak  orang  yang  cukup  kaya, sehingga  dalam  mencapai  cita-citanya  tidak  mengalami  hambatan. Malahan  dapat  dikatakan  bahwa  kondisi  ekonomi  orang  tuanya merupakan faktor  yang menguntungkan atau memudahkan mencapai cita-cita  si  Amir.  Sebaliknya  dengan   Budi  yang  orang  tuanya ekonominya  lemah,  menyebabkan   ia  tidak  mampu   mencapai cita-citanya. Ekonomi orang tua Budi yang lemah merupakan hambatan bagi  Budi  dalam  mencapai cita-citanya.
Faktor tingginya cita-cita  yang merupakan faktor ketiga dalam mencapai  cita-cita. Memang ada anjuran agar seseorang menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit. Tetapi bagaimana faktor manusianya, mampukah yang bersangkutan mencapainya, demikian juga  faktor  kondisinya  memungkinkan  hal  itu.  Apakah  dapat  merupakan  pendorong  atau penghalang cita-cita. Sementara itu ada lagi anjuran, agar seseorang menempatkan cita-citanya yang  sepadan  atau  sesuai  dengan  kemampuannya.  Pepatah  mengatakan  "bayang-bayang setinggi badan", artinya mencapai cita-cita sesuai dengan kemampuan dirinya. Anjuran yang terakhir  ini  menyebabkan  seseorang  secara  bertahap  mencapai  apa  yang  diidam-idamkan. Pada umumnya dilakukan dengan penuh perhitungan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki saat  itu  serta kondisi  yang dilaluinya.
Contoh :

Pada  mulanya  Basir  adalah  seorang  pedagang  kecil,  pedagang  kaki lima.  Ia menyadari bahwa dengan modalnya yang kecil maka dengan susah payah diperolehnya keuntungan yang berarti. Karena itu dengan hematnya  disisihkan  uang  keuntungannya  untuk  memperbesar modalnya. Hal itu berhasil diperolehnya, sehingga dengan modal yang lebih  besar  ia  dapat  menjadi  pedagang  menengah.  Dan  dengan ketekunannya  lagi  dilanjutkan  kegiatannya  dalam  dagang.  Dengan kejujuran  serta  kesungguhannya  dapatlah  ia  memperbesar  usahanya melalui kredit yang dipercayakan bank kepadanya. Dengan pengalaman sebagai  bekal,  kesungguhan  serta kepercayaan  yang  dapat  diberikan kepada relasinya, Basir berhasil menjadi pedagang besar. Cita-citanya berangsur dari  pedagang kecil  ke pedagang menengah,  dan  akhirnya tercapai menjadi  pedagang besar.
Suatu cita-cita tidak hanya dimiliki oleh individu, masyarakat dan bangsapun memiliki cita-cita juga. Cita-cita suatu bangsa merupakan keinginan atau tujuan suatu bangsa. Misalnya, bangsa  Indonesia  mendirikan  suatu  negara  yang  merupakan  sarana  untuk  menjadi  suatu bangsa yang masyarakatnya memiliki keadilan dan kemakmuran.
C.            Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, makhluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Manusia  adalah seorang  pribadi  yang utuh  yang terdiri  atas jiwa dan badan.  Kedua unsur itu terpisah bila manusia meninggal.  Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya. Justru  karena  itu,  karena  mementingkan  diri  sendiri,  seringkali  manusia  tidak  mengenal kebajikan.
Manusia  merupakan  makhluk  sosial, yaitu  manusia  hidup  bermasyarakat,  manusia  saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai,  saling membenci, saling merugikan, dan sebagainya. Manusia  sebagai  makhluk  Tuhan,  diciptakan  Tuhan  dan  dapat  berkembang  karena Tuhan.  Untuk  itu  manusia dilengkapi  kemampuan jasmani  dan rohani juga fasilitas  alam sekitarnya seperti tanah,  air, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Untuk  melihat  apa  itu  kebajikan,  kita  harus  melihat  dari  tiga  segi,  yaitu  manusia sebagai makhluk pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Sebagai  makhluk pribadi,  manusia dapat  menentukan  sendiri  apa  yang  baik  dan  apa yang buruk. Baik buruk itu ditentukan oleh suara hati. Suara hati adalah semacam bisikan di dalam  hati  yang  mendesak  seseorang,  untuk  menimbang  dan  menentukan  baik-buruknya suatu perbuatan, tindakan atau tingkah laku. Jadi, suara hati dapat merupakan hakim untuk diri sendiri.  Sebab itu,  nilai  suara hati  amat besar dan penting dalam  hidup manusia.  Misalnya orang tahu, bahwa membunuh itu buruk, “jahat” suara hatinya mengatakan demikian, namun manusia kadang-kadang tak mendengarkan suara hatinya.
Suara hati selalu memilih yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang  baik  bagi  dirinya.  Oleh  karena  itu,  kalau  seseoraang  berbuat  sesuatu  sesuai  dengan bisikan suara hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Jadi berbuat atau bertindak menurut suara hati, maka tindakan atau perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya perbuatan atau tindakan berlawanan dengan suara hati kita, maka perbuatan atau tindakan itu buruk. Misalnya, suara hati kita mengatakan "tolonglah orang yang menderita itu", dan kita berbuat menolongnya, maka kita berbuat kebajikan.  Sebaliknya,  apabila hati kita berkata demikian, namun kita hanya seolah-olah tak mendengarkan suara hati  itu, maka munafiklah kita.
Karena  merupakan  anggota  masyarakat,  maka  seseorang juga  terikat  dengan  suara masyarakat.  Setiap  masyarakat  adalah  kumpulan  pribadi-pribadi,  sehingga  setiap  suara masyarakat pada hakekatnya adalah kumpulan suara hati  pribadi-pribadi dalam masyarakat itu.  Sebagaimana  suara  hati  tiap  pribadi  itu  pasti  selalu  menginginkan  yang  baik,  maka masyarakat yang terdiri  atas pribadi-pribadi  itu  pun pasti suara hatinya juga menginginkan yang  baik,  maka  masyarakat  yang  terdiri  atas  pribadi-pribadi  pasti  suara  hatinya juga menginginkan  yang  baik  untuk  kehidupan  masyarakatnya.  Sebab  itu  jika  benar-benar berdasarkan pada suara hati anggota-anggotanya, suara hati masyarakat pada dasarya adalah baik.   Misalnya,  warga  disuatu  daerah  menghendaki  kerja  bakti  dengan  mengadakan pembersihan  saluran  air di  kampung.  Bila kita  ikut beramai-ramai  kerja bakti,  berarti  kita mengikuti  suara hati masyarakat, kerja bakti  itu. Tetapi, bila kita tidak mengikutinya berarti kita tidak  mau mengikuti  suara hati  masyarakat. Sesuatu yang baik bagi masyarakat, berarti baik bagi kepentingan masyarakat. Tetapi dapat  saja terjadi, bahwa sesuatu  yang baik bagi kepentingan umum/masyarakat tidak baik bagi  salah  seorang  atau  segelintir  orang  didalamnya  atau  sebaliknya.  Dengan  demikian, seseorang harus  tunduk kepada apa yang baik bagi  masyarakat umum.
Contoh :              
Budi  tidak setuju jalan di depan rumahnya diperlebar, karena harus memotong bagian  depan  rumahnya.  Tetapi  masyarakat kampung  mengusulkan  dan  telah disetujui jalan ini harus  diperlebar demi keamanan.  Akhimya karena desakan seluruh  warga, dengan sangat terpaksa  Budi menyetujuinya.
Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri. Meskipun demikian harus dinilai dan diukur menurut suara atau pendapat umum.  Disini tidak berarti bahwa pendapat umum atau kepentingan umum itu di atas segala-galanya, sehingga suara hati, pendapat atau kepentingan pribadi-pribadi  diperkosa begitu  saja. Sebagai  mahluk  Tuhan,  manusiapun  harus  mendengarkan  suara  hati  Tuhan.  Suara Tuhan  selalu  membisikkan  agar manusia  berbuat   baik  dan  mengelakkan  perbuatan  yang tidak baik. Jadi, untuk mengukur perbuatan baik buruk, harus kita dengar pula suara Tuhan atau  kehendak Tuhan.  Kehendak Tuhan berbentuk hukum Tuhan atau  hukum  agama.
Jadi  kebajikan  itu  adalah  perbuatan  yang  selaras  dengan  suara  hati  kita,  suara  hati masyarakat  dan  hukum  Tuhan.  Kebajikan  berarti  berkata  sopan,  santun,  berbahasa  baik, bertingkah laku baik, ramah tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi  yang melihatnya. Baik-buruk, kebajikan dan ketidakbajikan menimbulkan daya kreatifitas bagi seniman. Banyak hasil  seni lahir dari imajinasi  kebajikan dan ketidakbajikan. Namun ada pula kebajikan semu, yaitu kejahatan yang berselubung kebajikan. Kebajikan semu ini sangat berbahaya, karena pelakunya orang-orang munafik, yang bermaksud mencari keuntungan diri  sendiri.
Kebajikan manusia nyata dan dapat dirasakan dalam tingkah lakunya. Karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri, sehingga tingkah laku  setiap orang berbeda-beda. Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga hal. Pertama faktor pembawaan (heriditas) yang telah ditentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan. Pembawaan merupakan hal yang diturunkan atau dipusakai oleh orang tua. Tetapi mengapa mereka yang saudara sekandung tidak memiliki pembawaan yang sama ? Hal itu disebabkan, karena sel-sel benih yang mengandung faktor-faktor penentu (determinan) berjumlah sangat banyak,  pada  saat konsepsi  saling  berkombinasi  dengan  cara bermacam-macam  sehingga menghasilkan anak yang bermacam-macam juga (prinsip variasi dalam keturunan). Namun, mereka yang bersaudara memperlihatkan kecondongan kearah rata-rata, yaitu sifat rata-rata yang dimiliki oleh mereka yang saudara sekandung  (prinsip negresi filial). Pada masa konsepsi atau pembuahan itulah terjadi pembentukan temperamen seseorang.
Faktor kedua yang menentukan tingkah laku seseorang adalah lingkungan (environment).  Lingkungan  yang  membentuk  seseorang  merupakan  alam  kedua yang terjadinya setelah  seorang  anak lahir (masa pembentukan seseorang waktu masih dalam kandungan merupakan alam pertama). Lingkungan membentuk jiwa seseorang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, orang tua maupun anak-anak yang lebih tua merupakan panutan seseorang, sehingga bila yang dianut sebagai teladan berbuat yang baik-baik, maka si anak yang tengah membentuk diri pribadinya akan baik juga. Dalam  lingkungan  sekolah  yang  menjadi  panutan  utama  adalah  guru,  sementara  itu teman-teman sekolah ikut serta memberikan andilnya. Dalam lingkungan sekolah tokoh panutan seorang anak sudah memiliki posisi yang lebih luas dibandingkan dengan dalam  keluarga. Pembentukan  pribadi  dalam  sekolah  terjadi  pada  masa  anak-anak  atau  masa  sekolah. Lingkungan ketiga adalah masyarakat, yang menjadi panutan   bagi  seseorang adalah tokoh masyarakat dengan masa setelah anak-anak menjadi dewasa atau duduk di perguruan tinggi.
Selain tokoh-tokoh dalam  rumah tangga,  sekolah dan masyarakat yang merupakan personal, kepribadian seorang anak juga memperoleh pengaruh dari benda-benda atau peralatan dalam lingkungaan tersebut yang merupakan non-personal. Karena itu dalam pembentukan kepribadian pada umumnya anak-anak kota lebih terampil dibandingkan  dengan anak pedesaan, namun dalam hubungan bermasyarakat lebih-lebih yang berjenjang anak-anak dari daerah pedesaan lebih unggul.
Faktor ketiga yang menentukan tingkah laku seseorang adalah pengalaman yang khas yang pernah diperoleh.  Baik pengalaman pahit  yang  sifatnya negatif, maupun pengalaman manis yang sifatnya positif, memberikan pada manusia suatu bekal yang selalu dipergunakan sebagai  pertimbangan  sebelum  seseorang  mengambil  tindakan.  Mungkin  sekali  bahwa berdasakan  hati  nurani  seseorang  mau  menolong  orang  dalam  kesusahan,  tetapi  karena pernah memperoleh pengalaman pahit waktu mau  menolong  seseorang  sebelumnya,  maka niat baiknya itu tertahan, sehingga diurungkan untuk membantu. Belajar hidup dari pengalaman inilah yang merupakan pembentukan budaya dalam diri seseorang.
Dalam prakteknya, dari ketiga faktor diatas, yaitu hereditas, lingkungan, dan pengalaman, manakah yang paling dominan ? Sulit diberikan jawaban, karena ketiga-tiganya terjalin erat sekali.  Disamping  itu,  ketiga  faktor tersebut dalam  membentuk  pribadi  seseorang  berbeda kekuatannya dengan pembentukan pada pribadi lain.
D.            Usaha / Perjuangan
Usaha/perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus kerja  keras untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempurna. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan tekun serta memenuhi semua ketentuan akademik. Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Para ilmuwan lebih banyak bekerja keras dengan otak/ilmunya daripada dengan jasmaninya.  Sebaliknya  para  buruh,  petani  lebih  banyak  menggunakan jasmani daripada otaknya. Para tukang dan para ahli lebih banyak menggunakan kedua-duanya, otak dan jasmani, daripada salah satunya. Para politisi lebih banyak kerja otak daripada jasmani. Sebaliknya para prajurit lebih banyak kerja jasmani daripada otak.
Kerja keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya pemalas membuat manusia itu miskin, melarat, dan berarti  menjatuhkan harkat dan martabatnya sendiri. Karena itu tidak boleh bemalas-malas, bersantai-santai dalam hidup ini. Santai dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur waktunya itu. Dalam agamapun diperintahkan untuk kerja keras. Sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W. yang ditujukan kepada para pengikutnya: "Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya, dan beribadahlah kamu  seakan-akan kamu  akan mati besok”. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Ar-Ra'du ayat 11  : "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri". Dari hadist dan firman ini dapat dinyatakan bahwa manusia perlu kerja keras untuk memperbaiki nasibnya sendiri. Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah  timbul  perbedaan  tingkat  kemakmuran  antara  manusia  satu  dan  manusia  lainnya. Kemampuan  itu  terbatas  pada  fisik dan keahlian/ketrampilan.  Orang  bekerja  dengan fisik lemah memperoleh hasil sedikit, keterampilan akan memperoleh penghasilan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai keterampilan/keahlian. Karena itu mencari ilmu dan keahlian/keterampilan itu suatu keharusan. Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan sastra: "Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat" dan dalam pendidikan dikatakan sebagai "long life education". Karena manusia ini mempunyai rasa kebersamaan dan belas kasihan (cinta kasih) antara sesama manusia, maka ketidakmampuan atau kemampuan terbatas yang menimbulkan perbedaan  tingkat  kemakmuran  itu  dapat  diatasi  bersama-sama  secara  tolong  menolong, bergotong-royong.  Apabila sistem ini diangkat ke tingkat organisasi negara, maka negara akan mengatur usaha/perjuangan warga negaranya sedemikian rupa, sehingga perbedaan tingkat kemakmuran antara sesama warga negara dapat dihilangkan atau tidak terlalu mencolok. Keadaan ini  dapat dikaji melalui pendangan hidup/ideologi yang dianut oleh suatu negara.
Dalam  negara  yang  menganut  ideologi  liberalisme,  kesadaran  individu  yang  lebih berperan untuk membantu individu lain yang kurang/tidak mampu bekerja keras memperoleh penghasilan  layak.  Jika  individu  tidak punya kesadaran  atau  rendah tingkat kesadarannya  untuk membantu yang lain yang kurang/tidak mampu, maka akan muncul perjuangan bebas dan  persaingan  bebas.  Manusia  yang  satu  mengeksploitasi manusia lain. Misalnya  dalam hubungan kerja, majikan mempekerjakan buruhnya dengan upah murah tak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkannya, upah tidak mencukupi kebutuhan minimal si  buruh. Sebaliknya, dalam negara yang menganut ideologi komunis, negara yang lebih berperan mengatur usaha/perjuangan warga negara. Setiap warga negara harus tunduk dan patuh pada ketentuan yang ditetapkan negara, bahkan dengan paksaan dan kekerasan. Asas kebersamaan, pemerataan, sama rata sama rasa diterapkan dengan ketat. Akibatnya justru melanggar keadilan, melanggar hak-hak asasi manusia itu sendiri. Walaupun tujuan ideologi komunis itu adalah kemakmuran warga negara, caranya mewujudkan kemakmuran itu tidak sesuai dengan hakikat dan martabat  manusia. Manusia tidak lebih dari alat menciptakan kemakmuran. Padahal manusia itu makhluk ciptaan Tuhan yang punya harkat dan martabat.
E.            Keyakinan  / Kepercayaan
Keyakinan/kepercayaan  yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran gabungan.
a)   Aliran  Naturalisme
Hidup manusia ini dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur, dan itu dari Tuhan. Tetapi bagi yang tidak percaya pada Tuhan, natur itulah yang tertinggi. Tuhan menciptakan alam semesta lengkap dengan hukum-hukumnya, secara mutlak dikuasai  Tuhan. Manusia sebagai makhluk tidak mampu menguasai alam ini, karena  manusia itu lemah. Manusia hanya dapat berusaha/berencana tetapi Tuhan yang menentukan. Aliran naturalisme berintikan spekulasi, mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada Tuhan. Lalu mana yang benar ? Yang benar adalah keyakinan. Jika kita yakin Tuhan itu ada, maka kita katakan Tuhan ada.  Bagi  yang tidak yakin, dikatakan Tuhan tidak ada dan yang ada hanya natur. Bagi yang percaya Tuhan, Tuhan itulah kekuasaan tertinggi. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. Karena itu manusia mengabdi kepada Tuhan berdasarkan ajaran-ajaran Tuhan yaitu agama.  Ajaran agama itu  ada dua macam yaitu  :
·         Ajaran agama dogmatis, yang disampaikan oleh Tuhan melalui nabi-nabi. Ajaran agama yang dogmatis bersifat mutlak (absolut), terdapat dalam kitab suci Al-Quran dan Hadist. Sifatnya tetap, tidak berubah-ubah.
·         Ajaran agama dari pemuka-pemuka agama, yaitu sebagai hasil pemikiran manusia, sifatnya relatif (terbatas). Ajaran agama dari pemuka-pemuka agama termasuk kebudayaan, terdapat dalam buku-buku agama yang ditulis oleh pemuka-pemuka  agama.  Sifatnya  dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Apabila aliran naturalisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari Tuhan. Jadi, pandangan hidup dilandasi oleh ajaran-ajaran Tuhan melalui  agamanya.  Manusia  yakin  bahwa  kebajikan  itu  diridhoi  oleh Tuhan.  Pandangan hidup  yang  dilandasi  keyakinan  bahwa Tuhanlah kekuasaan tertinggi, yang menentukan segala-galanya disebut pandangan hidup religius (keagamaan). Sebaliknya, apabila manusia tidak  mengakui  adanya Tuhan,  natur adalah  kekuatan tertinggi,  maka keyakinan  itu bermula dari  kekuatan natur.  Pandangan hidupnya dilandasi oleh  kekuatan  natur.  Manusia  yakin  bahwa  kebajikan  adalah  kebajikan  natur.  Pandangan hidup  yang dilandasi  oleh kekuatan natur sifatnya  atheisme.  Ini  disebut pandangan  hidup komunis.
b)   Aliran intelektualisme
Dasar aliran ini adalah logika / akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir.  Mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan hati nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan pikir (akal) kebajikan itu dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi. Teknologi adalah alat bantu mencapai kebajikan yang maksimal, walaupun mungkin teknologi memberi akibat yang bertentangan dengan hati nurani.
Akal berasal dari bahasa Arab, artinya kalbu, yang berpusat di hati, sehingga timbul istilah "hati nurani", artinya daya rasa. Di Barat hati nurani ini menipis, justru yang menonjol adalah akal yaitu logika berpikir. Karena itu aliran ini banyak dianut di kalangan Barat. Di Timur orang mengutamakan hati nurani,yang baik menurut akal belum tentu baik menurut hati nurani.
Apabila aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari akal. Jadi pandangan hidup ini dilandasi oleh keyakinan kebenaran yang diterima akal. Benar menurut akal  itulah yang baik. Manusia yakin bahwa kebajikan hanya dapat diperoleh dengan akal (ilmu dan teknologi). Pandangan hidup ini disebut liberalisme. Kebebasan akal menimbulkan kebebasan  bertingkah laku dan berbuat, walaupun tingkah laku dan perbuatan itu bertentangan dengan hati nurani. Kebebasan akal lebih ditekankan pada setiap individu. Karena itu individu yang berakal (berilmu dan berteknologi tinggi) dapat menguasai individu  yang berpikir rendah (bodoh).
c)   Aliran  Gabungan
Dasar aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal. kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu.  Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun sebagai rasa (hati nurani).  Jadi, apa yang bemula menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani. Apabila  aliran  ini  dihubungkan  dengan  pandangan  hidup,  maka  akan  timbul  dua kemungkinan pandangan hidup. Apabila keyakinan lebih berat didasarkan pada logika berpikir, sedangkan hati nurani dinomor duakan, kekuatan gaib dari Tuhan diakui adanya tetapi tidak menentukan, dan logika berpikir tidak ditekankan pada logika berpikir individu, melainkan logika berpikir kolektif (masyarakat), pandangan hidup ini disebut sosialisme. Apabila dasar keyakinan itu kekuatan gaib dan Tuhan dan akal, kedua-duanya mendasari keyakinan secara berimbang,  akal dalam  arti baik sebagai logika berpikir maupun sebagai daya rasa (hati nurani), logika berpikir baik secara individual maupun secara kolektif pandangan hidup ini disebut sosialime-religius. Kebajikan yang dikehendaki adalah kebajikan menurut logika berpikir dan dapat diterima oleh hati nurani, semuanya itu berkat karunia Tuhan.
Apabila  kita kaji  maka  antara  dua pandangan hidup  ini  terdapat  perbedaan  pokok. Pandangan hidup sosialisme menekankan pada logika berpikir kolektif, sedangkan pandangan hidup sosialisme-religius menekankan pada logika berpikir kolektif individual. Pandangan hidup sosialisme mengutamakan logika berpikir dari pada hati nurani, sedangkan sosialisme-religius  mengutamakan  kedua-duanya  logika  berpikir  dan  hati  nurani.  Pandangan  hidup sosialisme  tidak  begitu  menghiraukan  kekuasaan  Tuhan,  sebaliknya  sosialisme  religious kekuasaan Tuhan begitu menentukan.
F.            Langkah-langkah  Berpandangan  Hidup  Yang  Baik
Manusia pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Bagaimana kita memperlakukan pandangan hidup itu tergantung pada orang yang bersangkutan. Ada yang memperlakukan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada pula yang memperlakukaan sebagai penimbul kesejahteraan, ketentraman dan sebagainya. Akan tetapi yang terpenting, kita seharusnya mempunyai langkah-langkah berpandangan hidup ini. Karena hanya dengan mempunyai langkah-langkah itulah kita dapat memperlakukan pandangan  hidup  sebagai  sarana  mencapai  tujuan  dan  cita-cita  dengan  baik.  Adapun langkah-langkah itu sebagai berikut :
a)   Mengenal
Mengenal merupakan suatu kodrat bagi manusia yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam hal ini mengenal apa itu pandangan hidup. Tentunya kita yakin dan sadar bahwa  setiap manusia itu pasti mempunyai pandangan hidup, maka kita dapat memastikan bahwa pandangan hidup itu ada sejak manusia itu ada, dan bahkan hidup itu ada sebelum  manusia itu belum turun ke dunia.  Adam dan hawalah dalam hal  ini  yang merupakan manusia pertama,  dan  berarti  pula  mereka mempunyai  pandangan  hidup  yang digunakan sebagai pedoman dan yang memberi petunjuk kepada mereka. Sedangkan kita sebagai makhluk yang bernegara dan atau beragama pasti mempunyai pandangan hidup juga dalam beragama, khususnya Islam, kita mempunyai pandangan hidup, yaitu Al  Qur'an,  Hadist dan  ijma’ Ulama,  yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu  sama lainnya.
b)   Mengerti
Tahap kedua untuk berpandangan hidup yang baik adalah mengerti. Mengerti disini dimaksudkan  mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri. Bila dalam bernegara kita berpandangan pada Pancasila, maka dalam berpandangan hidup pada Pancasila kita hendaknya mengerti  apa  Pancasila  dan  bagaimana mengatur kehidupan bernegara. Begitu juga bagi yang berpandangan hidup pada agama Islam.  Hendaknya kita mengerti  apa  itu  Al-Qur'an, Hadist dan ijma’ itu dan bagaimana ketiganya itu mengatur kehidupan baik di dunia maupun di akherat. Selain itu juga kita mengerti untuk apa dan dari mana Al Qur'an, hadist, dan ijma’ itu. Sehingga dengan demikian mempunyai suatu konsep pengertian tentang pandangan hidup dalam  Agama Islam.
Mengerti terhadap pandangan hidup di sini memegang peranan penting. Karena dengan mengerti, ada kecenderungan mengikuti  apa yang terdapat dalam  pandangan hidup itu.
c)   Menghayati
Langkah selanjutnya setelah mengerti pandangan hidup adalah menghayati pandangan hidup itu.  Dengan menghayati pandangan hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai  kebenaran pandangan hidup itu  sendiri. Menghayati disini dapat diibaratkan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu dengan memperluas dan memperdalam pengetahuan  mengenai  pandangan  hidup  itu sendiri.  Langkah-langkah  yang dapat ditempuh dalam  rangka menghayati  ini,  menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan pandangan hidup, bertanya kepada orang yang dianggap lebih tahu dan lebih berpengalaman mengenai isi pandangan hidup itu atau mengenai pandangan hidup itu  sendiri. Jadi dengan menghayati pandangan hidup kita akan memperoleh mengenai kebenaran tentang pandangan hidup itu sendiri.
Yang  perlu  diingat  dalam  langkah  mengerti  dan  menghayati  pandangan  hidup  itu, yaitu  harus  ada  sikap  penerimaan  terhadap pandangan hidup  itu sendiri. Dalam sikap penerimaan  pandangan  hidup  ini ada dua alternatif yaitu penerimaan secara ikhlas dan penerimaaan secara tidak ikhlas. Dengan kata lain langkah mengenai mengerti dan menghayati ini ada sikap penerimaan dan hal lain merupakan langkah yang menentukan terhadap langkah selanjumya. Bila dalam mengerti dan menghayati ini  ada penerimaan secara ikhlas, maka langkah selanjutnya akan memperkuat keyakinannya.  Akan tetapi bila sebaliknya, langkah selanjutnya tidak  berguna.
d)   Meyakini
Setelah mengetahui kebenaran dan validitas, baik secara kemanusiaan, maupun ditinjau dari segi  kemasyarakatan maupun negara dan dari kehidupan di akherat, maka hendaknya kita meyakini pandangan hidup yang telah kita hayati itu. Meyakini ini merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya. Dengan  meyakini  berarti  secara  langsung  ada  penerimaan  yang  ikhlas  terhadap pandangan  hidup  itu.  Adanya  sikap  menerima  secara  ikhlas  ini  maka  ada  kecenderungan untuk selalu berpedoman kepadanya dalam segala tingkah laku dan tindak tanduknya selalu dipengaruhi  oleh  pandangan  hidup  yang  diyakininya.  Dalam meyakini ini penting juga adanya iman yang teguh. Sebab dengan iman yang teguh ini dia tak akan terpengaruh oleh pengaruh dari luar dirinya yang menyebabkan dirinya tersugesti.
Contoh  :
Keyakinan  itu  penting  dalam  tingkah  laku.  Kita  sebagai  umat  yang beragama Islam yakin bahwa Allah itu mempunyai sifat yang maha dari segala yang diantaranya adalah  maha  mengetahui.  Sifat  maha  mengetahui  ini  membuat  orang  yang  meyakininya selalu  berbuat  baik.  Dalam  hal  ini  adalah  keyakinan  yang  sebenar-benamya.  Akan  tetapi dalam  kasus tertentu  ada pula orang yang walaupun meyakini, tetapi  karena imannya tipis maka terpaksa melanggar ketentuannya.
e)            Mengabdi
Pengabdian merupakan sesuatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima baik oleh dirinya lebih-lebih  oleh orang lain. Dengan mengabdi maka kita akan merasakan manfaatnya.  Sedangkan perwujudan manfaat mengabdi ini dapat dirasakan oleh pribadi kita sendiri. Dan manfaat itu sendiri bisa terwujud di  masa masih hidup dan atau  sesudah meninggal  yaitu di  alam akhirat. Dampak berpandangan hidup Islam yang antara lain yaitu mengabdi kepada orang tua (kedua orang tua).  Dalam  mengabdi kepada orang tua bila didasari oelh pandangan hidup Islam  maka  akan cenderung untuk selalu disertai dengan ketaatan dalam  mengikuti  segala perintahnya. Setidak-tidaknya kita menyadari bahwa kita sudah selayaknya mengabdi kepada orang tua. Karena kita dahulu, yaitu dari bayi sampai dapat berdiri sendiri lalu diasuhnya dan juga kita dididik kepada hal  yang baik. Oleh karena itu  seharusnya mengabdi kepada orang tua kita dengan perwujudannya yang  berupa perbuatan  yang menyenangkan  hatinya,  baik  secara langsung maupun  secara tidak  langsung.  Artinya  apapun  yang  menjadi  hambatan  dan  tantangan  kita  untuk  tidak mengabdi kepadanya harus selalu ditumbangkan.
Jadi jika kita sudah mengenal, mengerti, menghayati, dan meyakini pandangan hidup ini, maka selayaknya disertai dengan pengabdian.  Dan pengabdian ini hendaknya dijadikan pakaian,  baik  dalam  waktu  tentram  lebih-lebih  bila  menghadapi  hambatan,  tantangan  dan sebagainya.
f)             Mengamankan
Mungkin sudah merupakan sifat manusia bahwa bila  sudah mengabdikan diri pada suatu pandangan hidup lalu ada orang lain yang mengganggu dan atau menyalahkannya tentu dia tidak  menerima dan bahkan cenderung untuk mengadakan perlawanan. Hal ini karena kemungkinan  merasakan  bahwa dalam  berpandangan  hidup  itu  dia  telah  mengikuti langkah-langkah  sebelumnya dan  langkah-langkah  yang  ditempuhnya  itu  telah  dibuktikan kebenarannya sehingga akibatnya bila ada orang lain yang mengganggunya maka dia pasti akan mengadakan suatu respon entah respon itu berwujud tindakan atau lainnya.
Proses mengamankan ini merupakan langkah terakhir. Tidak mungkin atau sedikit kemungkinan bila belum mendalami langkah sebelumnya lalu akan ada proses mengamankan ini.  Langkah  yang terakhir ini  merupakan langkah terberat dan benar-benar membutuhkan iman yang teguh dan kebenaran dalam menanggulangi segala sesuatu demi tegaknya pandangan hidup  itu.
Contoh :
Seorang  yang  beragama  Islam  dan  berpegang  teguh  kepada  pandangan hidupnya, lalu suatu ketika dia dicela baik secara langsung ataupun secara tidak langsung, maka jelas dia tidak menerima celaan itu.  Bahkan bila ada orang yang ingin merusak atau bahkan ingin memusnahkan agama Islam baik terang-terangan ataupun secara diam-diam, sudah tentu dan sudah selayaknya kita mengadakan tindakan terhadap segala sesuatu yang menjadi pengganggu.

Artikel :
Ter-ater, Untuk Famili, Guru "Ngaji", dan Kyai
Jodhi Yudono | Minggu, 14 September 2008 | 01:45 WIB
Sore itu suasana di desa Gagah kecamatan Kadur, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, terlihat berbeda dengan hari-hari biasanya. Hilir mudik kaum perempuan desa, baik tua, muda, bahkan hingga anak-anak, membawa makanan ke rumah-rumah warga, menjadi pemandangan yang dominan di desa kecil yang hanya berpenduduk 785 orang itu.
"Assalamu’alaikum, ini saya disuruh ibu mengantar "rebbe" buk. Ibu tidak bisa mengantar sendiri ke sini katanya mohon maaf, karena sedang banyak pekerjaan di rumah," sapa Ita, begitu sampai di sebuah rumah yang memiliki halaman luas di dusun Daporah desa setempat.
Begitu barang bawaannya diterima, gadis desa yang memiliki nama lengkap Diah Puspita Ningrum itu langsung berpamitan pulang kepada pemilik rumah, Sahama yang tak lain masih memiliki hubungan familinya dengannya.
"Saya mau cepet-cepet pulang saja, soalnya masih disuruh mengantar ke rumah rumah tetangga di sana," kata gadis yang masih berusia sekitar 13 tahun itu sambil berpamitan pulang.
Bagi warga Madura, "rebbe" merupakan sebuah istilah pemberian makanan kepada para tetangga, kerabat ataupun sanak famili yang diberikan pada hari-hari tertentu dengan maksud untuk berbagi rezeki.
Menurut tokoh masyarakat setempat Ahmad Baihaqi, bagi keluarga atau rumah tangga yang menerima pemberian makanan dari tetangga atau familinya, mareka berkewajiban pula memberikan makanan.
"Tapi tidak harus waktu itu juga. Bisa saja diberikan keesokan harinya atau pada hari-hari lain yang dianggap sebagai hari mustajabah. Misalnya malam Jumat," kata Baihaqi.
Mengantar "rebbe" atau makanan yang oleh warga Madura disebut "ter-ater" itu tidak hanya dilakukan kepada para kerabat, dan sanak famili saja, tapi juga kepada sesepuh desa, guru ngaji dan pengasuh pondok pesantren atau kyai.
"Ter-ater" untuk kyai pengasuh pondok pesantren, bukan hanya berupa makanan, tapi bisa juga berupa hasil bumi. Seperti jagung, padi, ketela pohon, dan berbagai jenis buah-buahan yang menjadi hasil pertanian mereka.
"Setiap panen, baik panen jagung ataupun padi, saya pasti menyisihkan khusus untuk kyai dan guru ngaji anak saya," kata Suhana (49) warga desa Kertagena Tengah kecamatan Kadur Pamekasan.
Di bulan suci Ramadan, tradisi saling mengantar makanan, atau "ter-ater" biasanya pada malam pertama puasa dan pertengahan bulan puasa, yakni mulai tanggal 17 Ramadan hingga hari raya Idulfitri.
Pada malam pertama Ramadan dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan dalam menyambut datangnya bulan yang penuh berkah dan ampunan Allah. Sedang pada tanggal 17 Ramadan hingga hari raya Idulfitri diharapkan akan mendapat berkah malam lailatur-qodar, dimana sebagian ulama memercayai bahwa malam lailatul-qodar muali tanggal 17 Ramadan hingga hari raya Idulfitri pada malam ganjil. Seperti malam tanggal 17, 19, 21, tanggal 23, 25, 27 hingga 29 Ramadan.
Sementara di hari raya Idulfitri, tradisi "ter-ater rebbe" yang dilakukan, sebagai bentuk rasa syukur atas pelaksanaan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Pererat persaudaraan
Dosen bahasa Indonesia dan sastra Universitas Madura Drs Kholifaturrahman, M.Pd menyatakan, selain merupakan tradisi yang sudah terjadi sejak dulu, tradisi ter-ater sebenarnya merupakan salah satu bentuk dalam berupaya mempererat hubungan kekeluargaan di Madura.
Tradisi semacam ini memang masih dilakukan masyarakat di Madura termasuk Pamekasan. Tapi akhir-akhir ini terlihat sudah mulai berkurang. Kecendrungan pola hidup modern dengan berbagai fasilitas yang tersedia, seperti HP dan telepon menurut Khalifaturrahman merupakan salah satu penyebabnya.
"Warga desa yang masih menjalankan tradisi asli Madura ini, sudah mulai berkurang. Meskipun ada tapi nuansanya sudah jauh berbeda dengan masa dulu,"  kata Khalifaturrahman, yang juga kepala seksi kebudayaan dinas P dan K kabupaten Pamekasan.
Sebenarnya menurut Khalifaturrahman, tradisi Madura yang memiliki  nilai positif dan mengandung nilai-nilai luhur budaya Madura, bukan hanya tradisi "ter-ater rebbe" sebagaimana pada setiap malam Jumat, dan hari-hari baik dalam pandangan agama Islam, tapi juga banyak tradisi lain yang saat ini sudah jarang dilakukan.
"Ini perlu peran aktif lembaga formal yang ada di Madura. Sebab masuknya modernisasi ke Madura nantinya sedikit banyak tentu akan berpengaruh terhadap keaslian budaya dan tradisi Madura," kata Khalifaturrahman menjelaskan.(ANT)

Pendapat :
Manusia dan pandangan hidup, dua hal tersebut tak mungkin dapat terpisahkan dan pasti memiliki keterikatan yang kuat. Manusia sebagai pelaksana dan penemu pandangan hidup; dan pandangan hidup sebagai motor dan motivasi manusia dalam menjalankan kehidupannya. Manusia yang berpandangan hidup pasti memiliki tujuan hidup karena tujuan hidup terlahir dari pandangan hidup manusia tersebut. Pandangan hidup yang melahirkan tujuan hidup dapat disebut sebagai cita-cita, yakni harapan, keinginan, dan kemauan untuk mencapai apa yang ingin dicapai dalam hidup. Cita-cita akan menghasilkan kebajikan bila di dalam cita-cita tersebut terdapat pandangan hidup yang bersumber pada hati nurani dan akal yang selaras dan seirama, sehingga cita-cita tersebut dapat memberikan manfaat baik bagi dirinya dan sekitarnya. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, manusia harus berusaha keras dan memiliki kesungguhan dalam menjalankannya karena dengan begitu, cita-cita dapat terwujud.
Pandangan hidup manusia berasal dari beberapa macam, yakni berasal dari ajaran Tuhan, hasil pemikiran dan pengalaman manusia, dan pemikiran dan pengalaman manusia dengan berlandaskan ajaran Tuhan. Dari ketiga pandangan tersebut, pandangan ke-tiga yang merupakan bentuk pandangan yang ideal karena bagaimanapun manusia yang berpikir merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, maka tidak mungkin manusia yang berpikir dapat menjalani kehidupan dengan baik tanpa menjalankan dan mendirikan ajaran Tuhan. Manusia merupakan makhluk yang lemah pada dasarnya dan manusia butuh sandaran dalam menjalankan kehidupan, yaitu berupa ajaran Tuhan. Pemikiran manusia yang berlandaskan ajaran Tuhan akan memperkokoh keyakinan dalam menjalani pandangan hidup karena pemikiran manusia dan ajaran Tuhan pastinya saling mendukung dan mengisi satu sama lain sehingga manusia dapat menjalani hidup sebagai sebenar-benarnya manusia.
Kebiasaan saling memberi antar warga di suatu daerah ( dalam hal ini, Madura) berdasarkan artikel di atas menunjukan pandangan hidup masyarakat tersebut. Pandangan hidup tersebut berbentuk kebiasaan turun temurun yang pada akhirnya menjadi suatu bentuk budaya masyarakat. Walaupun kebudayaan tersebut mulai menunjukan penipisan dan pergeseran sehingga nilai dan rasa yang tertanam di waktu lampau mulai memudar, namun karena pandangan hidup masih terus menyala dan para tokoh masyarakat dan masyarakat setempat masih terus berupaya menjaga dan melestarikannya, kebudayaan berupa tradisi tersebut masih ada. Meskipun nilai dan rasa yang tertanam dari tradisi budaya yang bersumber dari pandangan hidup masyarakat sudah mulai memudar, namun semangat dari inti pandangan hidup tersebut masih ada dan terus bertahan untuk dapat menjadi warisan nilai yang berharga bagi generasi penerus, terutama generasi penerus di tempat tradisi budaya tersebut berasal.
Pandangan hidup merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan bagian yang menunjukan apakah manusia itu manusia sebagai pemakmur bumi atau manusia sebagai perusak bumi. Manusia pun pada dasarnya adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah sehingga bila manusia tersebut mengikuti akal yang bersahabat dengan hati nuraninya, maka pandangan hidupnya pasti memiliki nilai-nilai sebagai khalifah, sebagai pemelihara dan pemakmur bumi.
Sumber :
a.                   Nugroho, Widyo dan Achmad Muchji.1996.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Universitas Gunadarma
c.   https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEga_RWG_-boGYfbTnE8jckr-JxPD-kAnBzyzOJ_hEOQvlTkfYMy9L1H0WO2WX88inyRJ3s6OIcsToXOMR0zAfkPLbMJMXo370fbD9T3IOjOM2A3Pamo2b86n8bSQBZcY5P7CEEFFmklWm0G/s1600/1.jpg
d. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjKGeYCUIe4irR6eXehanSsfpFstYbF_hTw4wCV6P1Cn-REoZvwiDW9wlEnLIJhABb0mdpV48FlMphVkZd14yK6GgvwUyG0CObOaZPcH0fM4CzAG2L8oDo0JPh9Q9_bNRlQOhUi6jdxzfL/s1600/perfectionist-streetwearxhiphop.jpg


e. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO1pNBxiLjOyde8PdwdIXp6cWublJMVCRWJPG7UBANN7Sh0i6f-RMqEw9zj8n06SZkuCM1HaOYzQb06X4aIA6kwpnQSWPK_igl5jOn0PYo-i5t4sYBymggNZ7h9yfrBSfyEgczo9CXI7_S/s400/pandangan.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar