a. Keindahan itu ialah ..
Sebenarnya sulit bagi kita untuk menyatakan apakah keindahan itu. Keindahan itu suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu baru jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika dihubungkan dengan suatu bentuk. Dengan bentuk itu keindahan dapat berkomunikasi. Jadi, sulit bagi kita jika berbicara mengenai keindahan, tetapi jelas bagi kita jika berbicara mengenai sesuatu yang indah. Keindahan hanya sebuah konsep, yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk, misalnya lukisan, pemandangan alam, tubuh yang molek, film atau nyanyian.
Menurut The Liang Gie dalam bukunya "Garis besar estetika". Menurut asal katanya, dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata "beautiful" dalam bahasa Perancis "beau", sedang Italia dan spanyol "bello" berasal dari kata latin "bellum". Akar katanya adalah "bonum" yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi "boneUum" dan terakhir diperpendek sehingga ditulis "beUum".
Menurut cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah beauty (keindahan) dan the beautiful (benda atau hal yang indah). Dalam pembatasan filsafat kedua pengertian itu kadang-kadang dicampuradukkan saja. Disamping itu terdapat pula perbedaan menurut luasnya pengertian, yakni :
- keindahan dalam arti yang luas
- keindahan dalam arti estetis murni
- keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan
Keindahan dalam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani dulu yang di dalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagi sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya 'symmetria' untuk keindahan berdasarkan penglihatan ( misalnya pada karya pahat dan arsitektur ) dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi :
- keindahan seni
- keindahan alam
- keindahan moral
- keindahan intelektual
Keindahan dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari seseorang
dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya. Sedang keindahan dalam arti terbatas lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang diserapnya dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan wama.
Dari pembagian dan pembedaan terhadap keindahan di atas, masih belum jelas apakah sesungguhnya keindahan itu. Ini memang merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya beraneka ragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kualitas hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualitas pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kualitas yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Dari ciri itu dapat diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari berbagai keselarasan dan kebaikan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yang berpendapat, bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat. Filsuf dewasa ini merumuskan keindahan sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara penyerapan-penyerapan inderawi kita (beauty is unity of formal relations of our sense perceptions). Sebagian filsuf lain menghubungan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure), yang merupakan sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran. Filsuf abad pertengahan Thomas Aquinos (1225-1274) mengatakan, bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.
Ternyata untuk menjawab "apakah keindahan itu" banyak sekali jawabannya. Karena itu dalam estetika modern orang lebih suka berbicara tentang seni dan dan pengalaman estetik, karena ini bukan pengalaman abstrak melainkan gejala konkret yang dapat ditelaah dengan pengamatan secara empirik dan penguraian yang sistematik.
b. Nilai Estetik
Dalam rangka teori umum tentang nilai The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Masalahnya sekarang ialah : apakah nilai estetik itu ? dalam bidang filsafat, istilah nilai seringkali dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Dalam dictionary of sociology and related sciences diberikan perumusan tentang value yang lebih terperinci lagi sebagai berikut :
"The believed capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any object which causes it to be on interest to an individual or a group". ( kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau sesuatu golongan). Menurut kamus itu selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada sesuatu benda sampai terbukti ketakbenarannya.
Tentang nilai itu ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif, atau ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi penggolongan yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik. Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrumental/contributory value), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri. Contoh :
- Puisi, bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut nilai ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi itu disebut nilai instrinsik.
- Tari, tarian Damarwulan-minakjinggo suatu tarian yang halus dan kasar dengan segala macam jenis pakaian dan gerak-geriknya. Tarian itu merupakan nilai ekstrinsik, sedangkan pesan yang ingin disampaikan oleh tarian itu ialah kebaikan melawan kejahatan merupakan nilai instrinsik.
Keindahan dapat dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan pada selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah. Apabila kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka akan terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang indah itu memikat atau menarik perhatian orang yang melihat dan mendengar. Bentuk di luar diri manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari, seni sastra, seni drama dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya pemandangan alam, bunga wama-wami, dan Iain-lain.
Apabila kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi itu merupakan faktor pendorong untuk merasakan, menikmati keindahan. Karena derajat kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang satu mengatakan karya seni itu indah, tetapi orang lain mengatakan karya seni itu tidak/kurang indah, karena selera seni berlainan. Bagi seorang seniman selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi orang bukan seniman mungkin faktor ekstansi lebih meonjol. Jadi, ia lebih suka menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.
d. Sebab Manusia Menciptakan Keindahan
Keindahan itu pada dasarnya adalah alamiah. Alam ciptaan Tuhan Ini berarti bahwa keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang. Kalau pelukis melukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenarnya, justru tidak indah. Bila ada pemain drama yang berlebih-lebihan, misalnya marah dengan meluap-luap padahal masalahnya kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang tidak berharga kemudiah menangis meraung-raung, itu berarti tidak indah.
Pengungkapan keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi lainnya. Tujuannya tentu saja dilihat dari segi nilai kehidupan manusia, martabat manusia, kegunaan bagi manusia secara kodrati. Berikut ini akan dicoba menguraikan alasan/motivasi dan tujuan seniman menciptakan keindahan.
- Tata nilai yang Telah Usang
Tata nilai yang terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang merugikan dan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya kawin paksa, pingitan, derajat wanita lebih rendah dari derajad laki-laki. Tata nilai semacam ini dipandang sebagai mengurangi nilai moral kehidupan masyarakat, sehingga dikatakan tidak indah. Yang tidak indah harus disingkirkan dan digantikan dengan yang indah. Yang indah ialah tata nilai yang menghargai dan mengangkat martabat manusia, misalnya wanita. Hal ini menjadi tema para sastrawan zaman Balai Pustaka, dengan tujuan untuk merubah keadaan dan memperbaiki nasib kaum wanita. Sebagai contoh novel yang menggambarkan keadaan ini ialah "layar terkembang" oleh Sutan Takdir Alisyahbana, "Siti Nurbaya" oleh Marah Rusli.
- Kemerosotan Zaman
Keadaan yang merendahkan derajat dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan moral. Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan manusia yang bejad terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama dan moral masyarakat. Yang demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah. Yang tidak indah itu harus disingkirkan melalui protes yang antara lain diungkapkan dalam karya seni. Sebagai contoh ialah karya seni berupa sajak yang dikemukakan oleh W.S.Rendra berjudul "Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta". Di sini pengarang memprotes perbuatan bejad para pejabat yang merendahkan derajat wanita dengan mengatakan sebagai inspirasi revolusi, tetapi tidak lebih dari pelacur.
- Penderitaan Manusia
Banyak faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yang paling menentukan ialah faktor manusia itu sendiri. Manusialah yang membuat orang menderita sebagai akibat nafsu ingin berkuasa, serakah, tidak berhati-hati dan sebagainya. Keadaan demikian ini tidak mempunyai daya tarik dan tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan telah diabaikan dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
- Keagungan Tuhan
Keagungan Tuhan dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta serta kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan itu. Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan. tidak akan menyamai keindahan ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal karena menarik dan tidak membosankan.
d. Keindahan Menurut Pandangan Romantika
Dalam buku AN Essay on Man (1954), Ems Cassirer mengatakan bahwa arti keindahan tidak bisa pernah selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita dapat menggunakan kata-kata penyair romantik John Keats (1795-1821) sebagai pegangan. Dalam Endymion dia berkata :
A thing of beauty is a joy forever .. its loveliness increases .. it wil never pass into nothingness ..
Dia mengatakan, bahwa sesuatu yang indah adalah keriangan selama-lamanya, kemolekannya bertambah, dan tidak pernah berlalu ke ketiadaan. Dari sini kita mengetahui bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena itu dia tidak berbicara langsung mengenai keindahan, akan tetapi sesuatu yang indah. Dalam sajak di atas, Keats mengambil bahannya dari Endymion yang terdapat dalam mitologi Yunani kuno. Endymion dalam mitologi itu sendiri merupakan penjabaran dari konsep keindahan pada jaman Yunani kuno. Menurut mitologi Yunani ini, Endymion adalah seorang gembala yang oleh para dewa diberi keindahan abadi. Dia selalu muda, selamanya tidur, dan tidak pernah diganggu oleh siapapun. Menurut Keats, orang yang mempunyai konsep keindahan hanya tertentu jumlahnya. Mereka mempunyai negatif capability, yaitu kemampuan untuk selalu dalam keadaan ragu-ragu, tidak menentu dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya hanya pikiran dan hatinya yang selalu diliputi keresahan.
Mengenai keindahan, Coleridge mengutip Shakespeare (1564-1616) dalam karyanya midsummer night : "Thing base and vile holding no quality/ love can transpose to form and dignity", yaitu sesuatu yang rendah dan tidak menpunyai nilai, dapat berubah dan menjadi berarti. Inilah yang menggelisahkan Coleridge. Dia menggunakan tembakau sebagai contoh: karena kekuatan kebiasaanlah, maka tembakau yang sebenarnya tidak enak dapat menjadi nikmat. Perubahan ini dapat mempengaruhi imajinasi, dengan merasakan nikmatnya tembakau, maka dalam angan-angan seseorang, segala sesuatu yang berhubungan dengan tembakau dapat menjadi indah. Coleridge melihat, bahwa kebiasaan mempunyai akibat terhadap daya tangkap terhadap sesuatu yang indah dan karena itu juga dapat mempengaruhi konsep keindahan seseorang.
Kegelisahan Coleridge ini tercemin dalam "Frost at midnight (1798), sebuah sajak mengenai salju tipis yang turun di tengah malam. Salju inilah yang baginya merupakan hal sesaat. Jatuhnya salju ini mengingatkan Coleridge pada dusunnya yang penuh sesak orang. Disini proses imajinasinya mulai tumbuh. Kemudian, dari keadaan dusun yang penuh sesak ini melompat ingatannya pada masa kanak-kanak, maka terbentuklah konsep keindahan. Di sini, kesepian, kesendirian, dan ketidakberdosaan (innocence) anak kecil adalah keindahan. Keindahan adalah sublimasi yang terjadi karena kebebasan menyendiri dan hikmah ketidakberdosaan.
Selanjutnya Keats membedakan antara orang biasa dan seniman, dan antara seniman biasa dan seniman yang baik yang dapat mencipta sesuatu yang indah menurut dia. Pada sesuatu kesempatan ia melihat lukisan "Death on the Pale Horse", karya pelukis West, misalnya, yaitu mengenai seseorang yang mati di atas kuda yang pucat, dia langsung berpendapat bahwa West bukanlah seniman yang baik. Menurut Keats, West tidak mempunyai cukup negative capability.
Pada hakekatnya negative capability adalah suatu proses. Keraguan, ketidaktentuan dan misteri adalah suatu proses. Proses inilah yang membuat seseorang menjadi kreatif. Orang yang tidak mempunyai negative capability tidak akan kreatif, karena segala sesuatu baginya sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan dan tidak merupakan misteri. Bagi Keats, proses kreativitas identik dengan perjuangan untuk menciptakan keindahan, atau lebih tepatnya, menciptakan sesuatu yang indah. Ini terlihat antara lain pada sajaknya sendiri, "Endymon", yang mempunyai banyak kesalahan. Sekalipun dalam sajak ini dia dapat membuat batasan mengenai sesuatu yang indah, akan tetapi dia merasa sajak ini ternyata bukan sajak yang indah dan dengan demikian tidak berhasil mengungkapkan keindahan sendiri. Padahal pembaca sajak itu segera mempunyai konsensus bahwa Endymon lambang keindahan, meskipun bagi Keats sendiri sajaknya gagal.
Mengenai burung bul-bul, suatu hari Keats duduk di kursi malas di bawah pohon, kemudian tertidur. Beberapa saat terbangun dan merasa mendengar suara bumng bul-bul. Imajinasinya langsung bekerja dan langsung membentuk konsep keindahan. Menulislah ia, bahwa di dunia ini "beauty cannot keep her lustors eyes", yaitu keindahan tidak dapat menyembunyikan mata yang bersinar-sinar.
Ada persamaan hakiki antara J.Keats dan Coleridge dalam menanggapi hal-hal sesaat. Bagi mereka hal-hal sesaat adalah pelatuk yang meledakkan imajinasi dan imajinasi ini langsung membentuk keindahan.
Artikel :
Keindahan Persaudaraan Dalam Dunia Islam di Tokyo
Buyung Wijaya Kusuma | Selasa, 22 September 2009 | 15:21 WIB
TOKYO, KOMPAS.com - Islam itu indah. Kalau mau melihat keindahan tersebut, datanglah ke Masjid Camii pada bulan suci Ramadhan! Gambaran keliru tentang Islam yang sering dikaitkan dengan kekerasan akan sirna karena melihat muslim berbagai bangsa saling berbagi satu sama lain saat berbuka puasa di masjid tersebut, ujar Eri Amano (30) warga Jepang yang beragama nonmuslim.
Menurut Eri, meskipun dirinya tidak beragama Islam, tetapi dia selalu berusaha meyakinkan banyak orang di Tokyo bahwa gambaran tentang Islam di televisi terkadang tidak benar seratus persen. Muslim yang berasal dari berbagai negara, termasuk di negara Islam di Timur Tengah sangat mencintai kedamaian dan ramah terhadap warga negara asing karena memang diajarkan untuk saling berbagi.
Apa yang diutarakan Eri memang bisa dibuktikan di Masjid Camii yang berada di atas Pusat Kebudayaan Turki di kawasan Shibuyaku, Tokyo, Jepang pada bulan puasa. Sejumlah warga negara asing yang kebetulan hidup merantau di Tokyo memilih menghabiskan waktu di masjid tersebut menjelang buka puasa.
Mereka memilih duduk bersama-sama dan berbagi makanan untuk berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan di masjid yang dikenal oleh warga asal Indonesia sebagai masjid Jami Tokyo.
Bahkan pada akhir pekan di bulan Ramadhan, jumlah jemaah yang datang berbuka puasa di Masjid Camii bisa melebihi 100 orang jemaah yang selalu dengan ramah saling menyapa, dan berbagi senyum dan juga makanan. Mereka bahkan datang secara khusus dengan berbagai macam pakaian, kadang disesuaikan dengan kebiasaan negara asal mereka masing-masing.
Kompas yang datang ke Masjid Camii tanpa membawa bekal untuk berbuka, Rabu pekan lalu, langsung mendapat tawaran satu buah pisang dan segelas jus apel dari seorang warga Pakistan. Tidak perlu basa-basi terlebih dahulu untuk memperkenalkan diri, karena bulan Ramadhan menciptakan atsmosfir kebersamaan bagi kalangan muslim di rantau. Semua muslim yang membawa makanan, menawarkan kepada jemaah yang lain di masjid tersebut.
Tak terbayangkan, jika tak ada jemaah yang sengaja membawa makanan berlebih maka bisa dipastikan jemaah yang tak membawa makanan terpaksa harus mengisi perutnya dengan buah kurma tanpa minum setetes air. Sebab kebiasaan di Masjid Camii, pengurus masjid tidak menyediakan tadjil untuk berbuka puasa seperti masjid-masjid di Indonesia.
Satu per satu muslim berdatangan hingga adzan magrib dikumandangkan. Tak lama setelah Kompas bergabung dengan warga Pakistan, Muhammad mahasiswa salah satu universitas di Tokyo asal Maroko langsung bergabung dengan kelompok kami.
Muhammad mengaku, dirinya tak sempat membawa bekal berbuka puasa karena buru-buru ke masjid setelah belajar di Kampus. Muhammad mengaku selama Ramadhan dia selalu ke Masjid Camii karena membayangkan bisa berbuka dengan keluarga di negara asalnya. Muslim yang ada di Tokyo dia anggap sebagai saudara-saudaranya, meskipun tidak ada ikatan darah sama sekali.
Akhirnya, acara santap buka puasa dengan menu sangat sederhana di teras Masjid Camii selepas shalat Magrib menjadi makan malam besar karena tamunya dari berbagai bangsa. Bahkan, termasuk muslim dari Australia dan seorang muslim warga negara Jepang yang sangat pendiam juga ikut bergabung dengan kami.
Sambil menyantap hidangan, satu sama lainnya melontarkan pertanyaan yang tentu tidak jauh dari asal negara? Tujuan berada di Tokyo? Bekerja di mana? Dan pertanyaan penting lainnya adalah sudah berapa lama di Tokyo?
Setelah perkenalan cair, barulah tukar menukar informasi mengenai kebudayaan dan kehidupan muslim di negara masing-masing. Terutama informasi mengenai kebiasaan atau tradisi berbuka puasa di negara asal.
Hasan dari Pakistan yang sudah belasan tahun tinggal di Tokyo, mengaku keluarga muslim di negaranya selalu menikmati waktu-waktu berbuka puasa dengan sangat nikmat. Setiap keluarga selalu memastikan berkumpul bersama-sama di meja untuk menyantap buka puasa. Oleh karena itu, Masjid Camii selalu menjadi tempat favorit untuk merusak puasa.
Tetapi yang lebih penting, tak satu pun di antara kami yang harus mencemaskan bagaimana membatalkan puasa karena selalu ada saja muslim yang sangat ramah membagikan makanan berbukanya. Meskipun makan yang mereka bawa, tidak terlalu banyak untuk dimakan ramai-ramai.
Seperti kata Eri yang sehari-hari bekerja sebagai salesman dari sebuah produsen peralatan rumah tangga tersebut, kehidupan masyarakat Muslim sangat indah karena mereka sangat terbuka kepada siapa saja. Termasuk kepada orang asing yang berbeda sama sekali. Bahkan, seandainya yang datang ke Masjid Camii bukan dari kalangan muslim.
Dibangun imigran Turki
Masjid Camii dibangun pada tahun 1938 beberapa tahun setelah terbentuknya komunitas Turki di Tokyo. Mereka yang datang ke Tokyo adalah kelompok Kazan Turki yang memilih migrasi ke Tokyo dan membangun komunitas yang disebut dengan Mahalle-I Islamiye (Islamic District) yang dipimpin Abdulhay Kurban Ali dan Abdurresid Ibrahim.
Namun masjid Camii mengalami kehancuran pada tahun 1986 karena termakan usia setelah sekian lama digunakan. Kemudian atas donasi Tokyo Turkish Assosiation kepada Republik Tokyo, Masjid Cami dibangun kembali menjadi bangunan yang seratus persen baru. New Tokyo Camii Foundation yang memulai pembangunan pada tahun 1998 dan selesai dalam dua tahun pada tahun 2000.
Arsitek dari Masjid Camii adalah Muharrem Hilmi Senalp, namun proyek dilaksanakan kontraktor lokal Kajima Corporation dengan dibawah koordinasi oleh Sumio Ito dan Akira Wakabayashi untuk urusan Jepang dan Sami Goren Dan Selim Y untuk urusan Turki. Proyek ini benar-benar melibatkan ahli dari dua bangsa dengan dua keyakinan berbeda, yakni pimpinan proyek di lapangan adalah Tsuruki Furukawa dan asistennya Teiji Omata, serta Mustafa Iskender dari Turki.
Masjid Camii juga menjadi pusat dan jantung dari peradaban Islam di Tokyo. Masjid ini menjadi Pusat Kebudayaan Turki dengan bentuk bangunan beraga arsitektur gaya Ottoman-Turki. Sekilas dari luar, masjid ini seperti blue mosque di Istambul Turki dengan beberapa kubah berwarna biru dengan letak bersusun, dan terbesar berada pada posisi paling atas.
Meskipun masjid ini sangat indah dan layak dikunjungi, namun tak semua wisatawan tertarik untuk mengunjungi tempat ibadah yang berada dekat stasiun Yoyogi-Uehara, Tokyo. Namun kalau kebetulan berada di bulan suci Ramadhan atau pada hari Jumat di Tokyo, tak ada salahnya mengunjungi masjid ini karena dipastikan akan merasakan keunikan sepenggal kehidupan muslim di negara sakura.
Setidaknya akan merasakan pengalaman melakukan ibadah dipimpin imam masjid yang berasal dari Turki atau pada hari Jumat bisa mendengar ceramah dalam tiga bahasa, Turki, Jepang, dan Inggris. Namun yang tak kalah pentingnya, bisa merasakan bagaimana keramahtamahan dalam persaudaraan Islam dari berbagai bangsa.
Pendapat
Keindahan tak hanya terwujud dengan suatu benda, keindahan pun dapat terlihat atas suatu hubungan, yaitu hubungan persaudaraan. Hal ini jelas dirasakan oleh umat islam di suatu negeri yang mayoritas penduduknya non islam. Salah satu keindahannya terlihat pada saat Bulan Ramadhan tiba sebagaimana diceritakan pada artikel di atas. Keindahan persaudaraan telah menunjukan bahwa keindahan bukan hanya milik suatu benda, keindahan adalah hal yang universal sehingga wujudnya pun beragam. Keindahan merupakan suatu nilai dari suatu sudut pandang atas suatu hal yang berkesan bagi diri kita. Ia menjadi suatu kata yang menggambarkan bagaimana hal yang dikatakan tersebut mempunyai nilai dan makna. Ia merupakan suatu estetika kehidupan yang dapat tercermin dalam berbagai hal, salah satunya dalam bentuk persaudaraan. Bentuk persaudaraan memberikan nilai-nilai kehidupan dalam berinteraksi antar manusia dan ini merupakan salah satu ciri manusia, yaitu bersosial. Sosial dalam kebaikan seperti persaudaraan antar sesama manusia yang diikat dalam satu akidah yang sama merupakan sebenar-benarnya keindahan. Tak ada keindahan yang seperti ini bila nilai-nilai keindahan hanya sebatas kepada "kebendaan" dan hal-hal yang melanggar nilai dan norma agama dan hukum di suatu peradaban yang menyandang kata modern.
Sumber :
b.Nugroho, Widyo & Achmad Muchji.1996.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Gundarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar