Menurut kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadanninta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan. Walaupun cinta kasih mengandung arti hampir bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya. Cinta lebih mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya, sehingga dengan kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.
Cinta memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan (pernikahan), pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat di masyarakat dan hubungan manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara manusia dengan Tuhannya sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas, mengikuti perintah-Nya, dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Dalam bukunya "Seni Mencinta", Erich Fromm menyebutkan, bahwa cinta itu terutama memberi, bukan menerima. Dan memberi merupakan ungkapan yang paling tinggi dari kemampuan. Yang paling penting dalam memberi ialah hal-hal yang sifatnya manusiawi, bukan materi. Cinta selalu menyatakan unsur-unsur dasar tertentu, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian dan pengenalan. Pada pengasuhan contoh yang paling menonjol adalah cinta seorang ibu pada anaknya, bagaimana seorang ibu dengan rasa cinta kasihnya mengasuh anaknya dengan sepenuh hati. Sedang dengan tanggung jawab dalam arti benar adalah sesuatu tindakan yang sama sekali suka rela yang dalam kasus hubungan ibu dan anak bayinya menunjukkan penyelenggaraan atas hubungan fisik. Unsur yang ketiga adalah perhatian yang berarti memperhatikan bahwa pribadi lain itu hendaknya berkembang dan membuka diri sebagaimana adanya. Yang keempat adalah pengenalan yang merupakan keinginan untuk mengetahui rahasia manusia. Dengan empat unsur tersebut, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian dan pengenalan, suatu cinta dapat dibina secara lebih baik. Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr Sarlito W. Sarwono. Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu keterikatan, keintiman, dan kemesraan. Yang dimaksud dengan keterikatan adalah adanya perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain kecuali dengan dia. Kalau janji dengan dia harus ditepati, ada uang sedikit beli oleh-oleh untuk dia. Unsur yang kedua adalah keintiman, yaitu adanya kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa antara anda dengan dia sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti bapak, Ibu, saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan sayang dan sebagainya. Makan minum dari satu piring-cangkir tanpa rasa risih, pinjam meminjam baju, saling memakai uang tanpa rasa berhutang, tidak saling menyimpan rahasia dan lain-lainnya. Unsur yang ketiga adalah kemesraan, yaitu adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa kangen kalau jauh atau lama tidak bertemu, adanya ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa sayang, dan seterusnya .
Selanjutnya Dr. Sarlito W. Sarwono mengemukakan, bahwa tidak semua unsur cinta itu sama kuatnya. Kadang-kadang ada yang keterikatannya sangat kuat, tetapi keintiman atau kemesraannya kurang. Cinta seperti itu mengandung kesetiaan yang amat kuat, kecemburuannya besar, tetapi dirasakan oleh pasangannya sebagai dingin atau hambar, karena tidak ada kehangatan yang ditimbulkan kemesraan atau keintiman. Misalnya cinta sahabat karib atau saudara sekandung yang penuh dengan keakraban, tetapi tidak ada gejolak-gejolak mesra dan orang yang bersangkutan masih lebih setia kepada hal-hal lain dari pada partnernya. Cinta juga dapat diwarnai dengan kemesraan yang sangat menggejolak, tetapi unsur keintiman dan keterikatannya yang kurang. Cinta seperti itu dinamakan cinta yang pincang.
Lebih berat lagi bila salah satu unsur cinta itu tidak ada, sehingga tidak terbentuk
segitiga, cinta yang demikian itu tidak sempuma, dan dapat disebutkan bukan cinta. Selain pengetian yang dikemukakan oleh Sarlito, lain halnya pengertian cinta yang dikemukakan oleh Dr. Abdullah Nasih Ulwan, dalam bukunya manajemen cinta. Cinta adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya dengan penuh gairah, lembut, dan kasih sayang. Cinta adalah fitrah manusia yang murni, yang tak dapat terpisahkan dengan kehidupannya. la selalu dibutuhkan. Jika seseorang ingin menikmatinya dengan cara yang terhormat dan mulia, suci dan penuh taqwa, tentu ia akan mempergunakan cinta itu untuk mencapai keinginannya yang suci dan mulia pula. Di dalam kitab Suci Alqur'an, ditemui adanya fenomena cinta yang bersembunyi di dalam jiwa manusia. Cinta memiliki tiga tingkatan-tingkatan : tinggi, menengah dan rendah. Tingkatan cinta tersebut diatas adalah berdasarkan firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 24 yang artinya sebagai berikut :
Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.
Cinta tingkat tertinggi adalah cinta kepada Allah, Rasulullah dan beijihad di jalan Allah. Cinta tingkat menengah adalah cinta kepada orang tua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat. Cinta tingkat terendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta dan tempat tinggal.
Bagi setiap orang Islam yang bertakwa, sudah menjadi keharusan bahwa cinta kepada Allah, Rasulullah, dan berjihad di jalan Allah adalah merupakan cinta yang tidak ada duanya. Hal ini merupakan konsekuensi iman dan merupakan keharusan dalam Islam. Bahkan itu pendorong utama di dalam menunjang tinggi agama. Tak diragukan lagi, bahwa seorang yang telah merasakan kelezatan iman di dalam
hatinya, ia akan mencurahkan segala cintanya hanya kepada Tuhan. Karena ia telah meyakini
bahwa Zat Tuhanlah Yang Maha Sempuma, Maha Indah dan Maha Agung. Tak ada satupun selain Dia yang memiliki kesempurnaan sifat-sifat tersebut. Maka dengan ketulusan iman yang sejati itulah yang harus diikuti karena Dialah Yang Maha Tinggi, Maha Sempurma dan Maha Agung.
Hakekat cinta menengah adalah suatu energi yang datang dari perasaan, hati, dan jiwa. Ia timbul dari perasaan seseorang yang dicintainya, aqidah, keluarga, kekerabatan, atau persahabatan. Karenanya hubungan cinta, kasih sayang, dan kesetiaan di antara mereka semakin akrab. Berangkat dari perasaan lembut yang ditanamkan oleh Tuhan dalam hati dan jiwa seseorang inilah, maka akan terbentuk perasaan kasih sayang dan cinta dari seseorang terhadap orang lain seperti seorang anak terhadap orang tuanya, orang tua terhadap anak-anaknya, seorang suami terhadap istrinya atau sebaliknya istri terhadap suaminya, cinta seseorang terhadap sanak saudara dan familinya, cinta seseorang terhadap sahabatnya, atau seorang penduduk pada tanah airnya.
Adapun pengaruh yang ditimbulkan oleh cinta menengah ini akan nampak jelas hasilnya. Jika bukan disebabkan perasaan kasih sayang yang ditanamkan oleh Tuhan dalam hati misal pada sepasang suami istri, tentu tidak akan terbentuk suatu keluarga, tak akan ada keturunan, tak akan terwujud asuhan, bimbingan, dan pendidikan terhadap anak. Cinta tingkat terendah adalah cinta yang paling keji, hina dan merusak rasa kemanusiaan. Karena itu ia adalah cinta rendahan. Bentuknya beraneka ragam misalnya :
- Cinta kepada thagut. Thagut adalah syetan atau sesuatu yang disembah selain Tuhan. Dalam surat A1 Baqarah, Allah berfirman : dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
- Cinta berdasarkan hawa nafsu.
- Cinta yang lebih mengutamakan kecintaan pada orang tua, anak, istri, perniagaan dan tempat tinggal.
Hikmah cinta adalah sangat besar. Hanya orang yang telah diberi kepemahaman dan kecerdasan oleh Allah sajalah yang mampu merenungkannya. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah
- Sesungguhnya cinta itu adalah merupakan ujian yang berat dan pahit dalam kehidupan manusia, karena setiap cinta akan mengalami berbagai macam rintangan . Apakah seseorang akan menempuh cintanya dengan cara yang terhormat dan niulia ? Ataukah ia akan meraihnya dengan cara yang rendah dan hina ? apakah ia akan berjual mahal dengan cintanya, ataukah biasa-biasa saja ? apakah ia benar-benar tertarik dengan kekasihnya, ataukah sekedar main-main saja ? semuanya dapat diketahui setelah ia mendapatkan rintangan dalam perjalannya.
- Bahwa fenomena cinta yang telah melekat di dalam jiwa manusia merupakan pendorong dan pembangkit yang paling besar di dalam melestarikan kehidupan lingkungan. Kalau bukan karena cinta, tentu manusia tidak akan pernah terdorong gairah hidupnya untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan. Pendek kata, kalau bukan karena fenomena cinta, tak akan pernah ada gerakan, kreasi dan apresiasi di dunia ini. Juga tak akan pernah ada pembangunan dan kemajuan.
- Bahwa fenomena cinta merupakan faktor utama di dalam kelanjutan hidup manusia, dalam kenal-mengenal antar mereka. Ia juga untuk saling memanfaatkan kemajuan bangsa. la merupakan modal utama di dalam mengenal berbagai macam ilmu pengetahuan yang tersimpan di dalam keindahan alam, kehidupan dan kemanusiaan.
- Fenomena cinta, jika diperhatikan merupakan pengikat yang paling kuat di dalam hubungan antar anggota keluarga, kerukunan bermasyarakat, mengasihi sesama mahluk hidup, menegakkan keamanan, ketentraman, dan keselamatan di segala penjuru bumi. Cinta merupakan benih dari segala kasih dan sayang, dan segala bentuk persahabatan, dimanapun adanya.
Sabtu, 18 Oktober 2008 | 16:00 WIB
SIAPA yang tidak tahu apa pun, tidak mencintai apa pun. Siapa yang tidak melakukan apa pun, tidak memahami apa pun. Barangsiapa tidak memahami apa pun, tidak memiliki arti.
Sebagai makhluk, manusia membutuhkan berbagai macam relasi. Entah antara dirinya dengan manusia lain, dengan lingkungan, dunia luas, maupun dengan Tuhan yang menciptakannya. Namun, pada mulanya, manusia hadir di bumi dalam kesendirian.
Ia pun sesuatu yang unik, keadaan yang sebenarnya membuat ia terpencil. Untuk itulah ia secara alamiah senantiasa berusaha menciptakan hubungan.
Salah satu motif, juga makna —mungkin yang terpenting, dalam berbagai hubungan itu adalah apa yang kita kenal dengan: cinta. Semacam kandungan perasaan yang timbul dari kegelisahan akan keterpisahan atau keterpencilan.
Bagi manusia dewasa, cinta merupakan perwujudan penyatuan yang esensial, yang memberi kemungkinan manusia menemukan orang lain dalam dirinya, walaupun individualitasnya tetap terjaga. Penyatuan tanpa peleburan, di mana sesungguhnya bukan situasi saling memiliki yang terjadi, tetapi keberadaan yang sejajar di antara keduanya.
Konsep ”saling memiliki” mengindikasi hilangnya subyektivitas manusia, lantaran pemosisiannya sebagai benda, obyek yang pasif. Sementara itu, cinta tidak harus melucuti posisi manusia sebagai subyek, dengan kapasitas yang sama baik dalam memberi maupun menerima.
Seperti dinyatakan Martin Buber, manusia mempunyai dua relasi fundamental, yaitu relasi dengan benda (Ich-Es) serta relasi dengan sesama manusia dan Tuhan (Ich-Du). Maka ketika manusia berusaha memiliki sesamanya, di sana tidak ada hubungan Aku-Engkau, karena yang ada adalah hubungan Aku-Itu. Di mana dunia yang dicitrakan, adalah dunia benda-benda, sesuatu yang dibendakan lewat semacam bentuk relasi yang dominatif.
Dalam konteks ini, Buber membawa istilah hubungan (erfahrung) yang dikhususkan bagi relasi antarmanusia dengan manusia, dengan dialog sebagai moda komunikasi utamanya. Sedang hubungan antara ”aku” (manusia) dengan benda senantiasa menjadikan subyek itu merasa sepi, karena lenyapnya kesetaraan. Karena pada dasarnya keberadaan ”Aku” ditentukan oleh adanya ”engkau” dalam ”Aku”.
Cinta destruktif
Kesendirian manusia tetap akan terjadi apabila tidak ada pengakuan dalam relasi di atas. Mungkin berbeda dengan pendekatan Marxis, alienasi semacam ini terjadi bukan karena manusia kehilangan dirinya, tetapi lebih pada hilangnya ”engkau”.
Begitu pun dalam relasi yang terbentuk karena cinta, kehampaan dan kesendirian terjadi bukan karena lenyapnya obyek cinta. Semacam obyektivasi yang terjadi saat kita menyatakan telah ”jatuh cinta”. Sejatinya cinta tidak pernah jatuh, sebab cinta yang jatuh memiliki bawaan yang dominatif, dan karenanya memiliki kecenderungan yang destruktif.
Cinta adalah standing in (bertahan di dalam). Dan karena cinta adalah tindakan, maka pertama-tama cinta adalah memberi, dalam artian yang produktif. Maka cinta yang hampa adalah cinta yang hanya memberi tanpa menerima.
Sementara itu, cinta yang bermakna memiliki, maka yang terjadi adalah semacam obyektivasi pasif. Cinta pun tak berbalas, dan penderitaan eksistensial pun terjadi. Seperti dikatakan Marcell, manusia yang memiliki pada dasarnya dimiliki, dan di sanalah penderitaan itu berada. Dan manusia yang memiliki cinta seperti itu hanya akan menjadi obyek dari penderitaannya.
Sedangkan apabila cinta dimaknai secara benar, maka yang akan terwujud justru integritas. Ia akan tetap menjadi dirinya sendiri, bukan satu pribadi yang sepi. Walaupun derita masih ada, ia menjadi subyek yang aktif, sadar dan berproses. Sesuatu yang terus ”menjadi”, kata Erich Fromm.
Dari hampa ke Tuhan
Bila kehampaan cinta antarmanusia tetap terjadi, seseorang mengalami apa yang disebut dengan ”kembali pada asal”. Awal dari kesunyian manusia di dunia. Sehingga seseorang pun mulai terdesak untuk mencari relasi atau hubungan-hubungan yang baru. Mencari engku-engkau yang baru, yang dianggapnya memiliki kemampuan (saling) memberi (dengannya). Pada titik ini, cinta dapat menjadi sebuah aksi pencarian yang bersinambungan.
Inilah inti dari pencarian keber”ada”an manusia dalam dunia. Mencari integritas diri yang sesungguhnya. Karenanya, betapapun hampa cinta itu, ia tetap membuat manusia bersikap produktif. Produktif dalam mencari dan memproduksi cinta yang mampu mengatasi kesendiriannya sebagai manusia. Di sini, muncullah Kierkegaard, yang menawarkan satu relasi lain yang khas: relasi manusia dengan Tuhannya.
Bagi Kierkegaard, hubungan manusia dengan Tuhanlah yang sejati dibutuhkan, bahkan tak terelakkan. Karena dalam hubungan ini, manusia senantiasa menemukan dirinya sebagai subyek. Subyek yang aktif. Aktif dalam menyempurnakan hubungan, menyempurnakan cinta, menyempurnakan dirinya.
Mungkin inilah makna terdalam dari hubungan cinta pada satu hal yang ”Maha Sempurna”: memberi peluang terbaik bagi manusia mewujudkan semua kesempurnaan.
Akan tetapi, menariknya, sebagai makhluk unik, manusia juga adalah makhluk yang kompleks. Makhluk dengan dimensi sosial, biologis, dan spiritual sekaligus. Yang dengan ketiga dimensi itu ia mencari cintanya sendiri-sendiri. Sebuah pencarian kompleks yang—tak terhindar—membuat manusia selalu berada dalam gejolak. Gejolak yang juga—tak lain—representasi dari kegelisahan purbanya itu.
Keadaan itu pulalah yang membuat hidup—dan manusia itu sendiri—senantiasa menjadi fenomena yang menarik. Pencarian cinta, yang kadang bergerak di antara satu kehampaan ke kehampaan lainnya, membuat manusia seharusnya kian matang, kian dewasa. Kian mampu, bukan hanya memaknai, tetapi juga mengatasi kehampaannya itu.
Dan beruntunglah yang berproses ”menjadi” seperti itu. Pemahaman yang graduatif-promotif tentang cinta pasti akan berdampak pada fungsinya sebagai manusia, sebagai makhluk sosial, sebagai warga dari sebuah semesta. Pada puncak dari pencarian, peran dan fungsinya itulah, kebahagiaan manusia terletak, terwujud juga secara graduatif-promotif.
Betapa bersyukurnya, ia—manusia, yang berhasil mencapai tingkat-tingkat kebahagiaan itu. Dengan selalu, memaknai—justru—kehampaan dan penderitaan cinta, sebagai modal utama dari eksistensi mereka. Eksistensi yang dengan setia selalu mendekati eksistensi lain yang ”sempurna”. Karena di situlah sebenarnya menetap, cinta yang juga sempurna.
oleh Paracelsus Ardian Agil Waskito, mahasiswa akhir Fakultas Psikologi Undip, Semarang
Pendapat
Cinta dan kasih merupakan satu-kesatuan yang berada di dalam diri manusia. Cinta lebih kepada perasaan yang mendalam dan kasih merupakan ekspresi cinta yang ditujukan terhadap Tuhan dan sesama manusia serta makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Perasaan cinta yang berkembang dan terus tumbuh berasal dari sesuatu penderitaan atau kehampaan dalam hidup. Cinta senantiasa berproses "menjadi" merupakan bentuk cinta yang menjadikan manusia mengalami keberadaannya dan fungsinya di dalam dunia. Pemahaman akan cinta senantiasa berjalan sebagaimana perjalanan hidup yang dilalui. Dengan cinta, arti kebahagiaan akan muncul dan menemani kehidupan serta bersamaan dengan itu, nilai-nilai kehidupan akan hadir dan menjadi teman seperjalanan bagi kita.
Sumber :
a. http://nasional.kompas.com/read/2008/10/18/1600235/menuju.kesempurnaan.cinta
b. Nugroho, Widyo & Achmad Muchji.1996.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Gundarma
c. www.google.com
Cinta dan kasih merupakan satu-kesatuan yang berada di dalam diri manusia. Cinta lebih kepada perasaan yang mendalam dan kasih merupakan ekspresi cinta yang ditujukan terhadap Tuhan dan sesama manusia serta makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Perasaan cinta yang berkembang dan terus tumbuh berasal dari sesuatu penderitaan atau kehampaan dalam hidup. Cinta senantiasa berproses "menjadi" merupakan bentuk cinta yang menjadikan manusia mengalami keberadaannya dan fungsinya di dalam dunia. Pemahaman akan cinta senantiasa berjalan sebagaimana perjalanan hidup yang dilalui. Dengan cinta, arti kebahagiaan akan muncul dan menemani kehidupan serta bersamaan dengan itu, nilai-nilai kehidupan akan hadir dan menjadi teman seperjalanan bagi kita.
Sumber :
a. http://nasional.kompas.com/read/2008/10/18/1600235/menuju.kesempurnaan.cinta
b. Nugroho, Widyo & Achmad Muchji.1996.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Gundarma
c. www.google.com
saya sering berkunjung di blog-blog, postingan ini sangat menarik serta enak dibaca.... saya berharap bisa berkunjung lagi
BalasHapus