Cari Blog Ini

Minggu, 03 Juni 2012

PENGERTIAN PENDERITAAN


           Penderitaan berasal dari kata derita.  Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan.  Penderitaan itu dapat lahir atau batin, atau lahir batin. Penderitaan  termasuk  realitas  dunia  dan  manusia.   Intensitas  penderitaan bertingkat-tingkat,  ada  yang  berat  ada juga  yang  ringan.  Namun  peranan  individu  juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh  seseorang  belum  tentu  merupakan  penderitaan  bagi  orang  lain.  Dapat  pula  suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan. Penderitaan akan dialami oleh semua orang, hal itu sudah merupakan "resiko" hidup. Tuhan memberikan kesenangan atau kebahagiaan kepada umatnya, tetapi juga memberikan penderitaan atau kesedihan yang kadang-kadang bermakna agar manusia sadar untuk tidak memalingkan diri dari-Nya. Untuk itu pada umumnya manusia telah diberikan tanda atau wangsit sebelumnya, hanya saja mampukah manusia menangkap atau tanggap terhadap peringatan yang diberikan-Nya? Tanda atau wangsit demikian dapat berupa mimpi sebagai pemunculan rasa tidak sadar dari manusia waktu tidur, atau mengetahui melalui membaca koran tentang terjadinya penderitaan. Kepada manusia sebagai homo religius Tuhan telah memberikannya banyak kelebihan dibandingkan dengan mahluk ciptaannya yang lain, tetapi mampukah manusia mengendalikan diri untuk melupakannya ? Bagi manusia yang tebal imannya musibah yang dialaminya akan cepat dapat menyadarkan dirinya untuk bertobat kepadaNya dan bersikap pasrah  akan  nasib  yang  ditentukan  Tuhan  atas  dirinya.  Kepasrahan  karena  yakin  bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari dirinya, akan membuat manusia merasakan dirinya  kecil  dan  menerima  takdir.  Dalam  kepasrahan  demikianlah  akan  diperoleh  suatu kedamaian  dalam  hatinya,  sehingga  secara  berangsur  akan  berkurang  penderitaan  yang dialaminya, untuk akhirnya masih dapat bersyukur bahwa Tuhan tidak memberikan cobaan yang lebih berat dari  yang dialaminya.
               Baik  dalam  A1  Quran  maupun  kitab  suci  agama  lain  banyak  surat  dan  ayat  yang menguraikan  tentang  penderitaan  yang  dialami  oleh  manusia  atau  berisi  peringatan  bagi manusia akan adanya penderitaan. Tetapi umumnya manusia kurang memperhatikan peringatan tersebut,  sehingga manusia mengalami penderitaan. Hal  itu  misalnya  dalam  surat  Al Insyiqoq  ayat 6 dinyatakan  "manusia  ialah  mahluk yang hidupnya penuh perjuangan. Ayat tersebut harus diartikan, bahwa manusia harus bekerja keras untuk dapat melangsungkan hidupnya.  Untuk kelangsungan hidup ini manusia harus menghadapi alam (menaklukan alam), menghadapi masyarakat sekelilingnya, dan tidak boleh lupa  untuk  taqwa  terhadap  Tuhan.  Apabila  manusia  melalaikan salah satu  darinya,  atau kurang  sungguh-sungguh  menghadapinya,  maka  akibatnya  manusia  akan  menderita.  Bila manusia itu sudah berkeluarga, maka penderitaan juga dialami oleh keluarganya. Penderitaan semacam  itu karena kesalahaanya sendiri.
             Berbagai  kasus  penderitaan  terdapat  dalam  kehidupan.  Banyaknya  macam  kasus penderitaan  sesuai  dengan  liku-liku  kehidupan  manusia.  Bagaimana  manusia  menghadapi penderitaan dalam hidupnya ? Penderitaan fisik yang dialami manusia tentulah diatasi secara medis  untuk  mengurangi atau menyembuhkannya. Sedangkan  penderitaan  psikis, penyembuhannya terletak pada kemampuan si penderita dalam menyelesaikan soal-soal psikis yang dihadapinya. Para ahli lebih banyak membantu saja. Sekali lagi semuanya itu merupakan "resiko" karena seseorang mau hidup. Sehingga enak atau tidak enak, bahagia atau sengsara merupakan dua sisi  atau masalah  yang  wajib diatasi.




Artikel :

Ketulusan Anak Negeri di Banjir Brisbane

Jodhi Yudono | Senin, 17 Januari 2011 | 15:46 WIB


Oleh Rahmad Nasution
Ratusan orang warga Indonesia dan puluhan ribu warga Australia dan asing lainnya yang berdomisili di kota Brisbane dan sekitarnya kini sudah tidak lagi dikepung banjir.
Air banjir yang sempat merendam banyak tempat di kota Brisbane dan sekitarnya, termasuk St.Lucia yang merupakan salah satu kantong komunitas Indonesia di Queensland, sudah surut sejak akhir pekan lalu.
Kondisi ini memungkinkan pemerintah setempat dan warga masyarakat, termasuk warga Indonesia (WNI), melakukan "bersih-bersih" dan perbaikan rumah, kantor, bangunan dan infrastruktur yang rusak.
Bahkan, menurut "ABC News", Kepala Negara Bagian Queensland (Premier) Anna Bligh, Senin pagi waktu Brisbane (17/1), menggelar pertemuan dengan para menteri dan pejabat pemerintah terkait untuk merumuskan rencana pemulihan dan rekonstruksi Queensland pascabanjir.
"Kami tidak hanya bertekad untuk membangun kembali (Queensland) tetapi juga menjadikan kita komunitas yang lebih tahan banting dan terlindungi dengan lebih baik," katanya.
Di Kota Brisbane dan sekitarnya, kegiatan pembersihan secara masif serta dorongan bagi warga masyarakat untuk kembali bekerja dan memulai kegiatan ekonomi tetap menjadi fokus.
Bencana banjir yang sempat menjadikan Brisbane bak "kota mati" itu menyisakan beragam kisah heroik tentang kekuatan solidaritas dan persaudaraan kemanusiaan antarwarga yang menembus sekat-sekat sosial, ekonomi, budaya, etnis, kebangsaan dan primordial lainnya di banyak komunitas, termasuk WNI.
Banjir dahsyat yang membawa kembali ingatan banyak warga kota Brisbane pada bencana yang sama tahun 1974 yang ketika itu dilaporkan merendam 6.000 rumah dan menewaskan 14 orang itu sendiri telah pun memaksa lebih dari 120 orang WNI mengungsi.
Mereka ditampung di 16 rumah warga Indonesia yang "selamat" dari genangan banjir di St.Lucia, kawasan dekat kampus utama Universitas Queensland (UQ) yang menjadi salah satu kantong komunitas Indonesia di Brisbne.
Di tengah derita itu, masyarakat Indonesia yang terdiri atas kalangan mahasiswa dan residen tetap (PR) bahu-membahu menolong sesama anak negeri di perantauan yang terkena dampak bencana dengan tenaga dan uang mereka.
"Tekad kita bersama adalah ’nggak’ boleh ada satu orang Indonesia pun di Brisbane yang terlantar karena bencana banjir," kata Raja Juli Antoni, mahasiswa Indonesia di UQ yang menjadi sukarelawan bagi WNI di Brisbane 12 Januari lalu.
Bahkan, kepada ANTARA yang menghubunginya dari Jakarta, Raja mengatakan warga masyarakat Indonesia di Brisbane "bisa mengatasi masalah ini" secara swadaya.
Para WNI yang tempat tinggalnya "aman" dari banjir menawarkan tumpangan kepada mereka yang terpaksa mengungsi.
Bencana banjir Queensland akibat curah hujan yang tinggi dan meluapnya sejumlah sungai yang melintasi kota Brisbane dan beberapa wilayah lainnya, seperti Sungai Bremer, Warrill, Brisbane (termasuk kota Brisbane), Logan, Albert, dan Mary itu telah memperkuat kebersamaan masyarakat Indonesia.
Alimatul Qibtiyah, mahasiswi program doktor bidang studi-studi Asia dan bisnis internasional (IBAS) Universitas Griffith asal Yogyakarta, menuturkan pengalamannya membantu para pengungsi.
Ibu rumah tangga yang akrab dipanggil Alim ini mengatakan, bantuan bagi para pengungsi tidak hanya datang dari banyak WNI di St.Lucia tetapi juga dari luar kawasan itu dengan membuka dapur umum.
"Beberapa warga yang berada di luar St Lucia juga membuka dapur umum untuk para korban, termasuk yang di Griffith yang saya koordinir. Sebenarnya kami sekeluarga juga korban karena sekitar 100 meter dari tempat kami tinggal juga terendam sampai ke atap".
"Bahkan ’sign’ (papan penanda) jalan sudah tidak kelihatan. Sebagai dampaknya selama dua hari, kami juga mengungsi ke tempat Mbak Tintin di ’on campus accommodation’ (akomodasi kampus Universitas Griffith) di Nathan, dan pada hari kedua kami pindah ke Pak Agung/Bu Era di Mt Gravat," kata Alim.
Dapur umum Griffith Saat di tempat pengungsian itulah, Alim dan beberapa warga Indonesia lain, seperti Tintin, Bambang, Igun, Eko, Yeni, Adit, Stefan, dan suaminya, Santo, berinisiatif membuka dapur umum di Griffith.
"Saat itu, karena hampir semua barang yang diperlukan ludes (habis) baik di (hipermarket) Aldi maupun Woolworths dan juga terbatasnya dana keluarga kami, kami bersihakan semua stok bahan makanan kami yang ada di kulkas dan almari, dibantu bahan makanan dari Pak Bambang dan juga Ibu Tintin," kisahnya.
"Alhamdulillah pagi harinya, hari Kamis (13/1), kami berhasil membuat 100 kontainer sarapan siap saji yang dikirim ke St Lucia. Sangat perlu diapresiasi perjuangan teman-teman di Griffith saat itu karena kami hampir semalam masak, hanya istirahat satu jam dari pukul 02.30 sampai pukul 03.30. Karena memang sarapan akan diambil Pak Anjar pukul 05.30," katanya.
Kandidat doktor yang juga aktivis perempuan ini lebih lanjut menuturkan bahwa kondisi jalan dari Griffith ke St.Lucia ketika itu tidak mudah akibat genangan banjir.
"Perjalanan membawa pasokan makanan untuk teman-teman di St.Lucia membutuhkan waktu satu setengah jam dari yang biasanya hanya  sekitar tiga puluh menit. Saya juga ingat sekali semua tidur di flat dekat dapur dan di kursi karena saat itu hanya ada satu kamar di flat (tempat tinggal) Bu Tintin," katanya.
Di tengah keterbatasan banyak keluarga Indonesia di Brisbane, Alim mengatakan, uluran tangan dari residen tetap asal Indonesia ikut membantu misi kemanusiaan bagi para WNI yang mengungsi itu.
Dengan uang dari kantong pribadi dan sumbangan dari seorang mahasiswa Indonesia di St.Lucia sebesar 50 dolar Australia serta sejumlah residen tetap, Alim dan anggota tim sukarelawannya memasak makanan bagi para pengungsi untuk memenuhi kebutuhan pada 13 Januari dan 15 Januari.
"Yang luar biasa adalah perhatian para relawan benar-benar menolong tanpa sekat. Sejak Sabtu kemarin (15/1), Alhamdulillah, hampir semua jalan sudah dibuka. Saat mengantarkan makan malam bagi teman-teman di pengungsian, kulewati jalan-jalan yang kemarin hanya kelihatan atapnya saja", ujarnya.
"Baunya anyir dan tumpukan perabotan mulai dari kulkas, komputer hingga mainan anak-anak teronggok di pinggir jalan-jalan menunggu giliran untuk diangkut. Kulewati bus pengangkut sukarelawan yang hingga Senin ini (17/1) jumlahnya sudah mencapai lima ribu orang. Mereka tersebar di seluruh brisbane," katanya.
Alim mengatakan, banyak di antara para relawan tersebut tidak saling kenal dan tidak punya hubungan sosial apa pun dengan mereka yang ditolong.
"Tapi mereka mempunyai hubungan kemanusiaan. Subhanallah, betapa indahnya dunia ini jika semua manusia mempunyai jiwa menolong tanpa membedakan siapa yang ditolong... Dialah sang pahlawan," katanya.
Derita para korban bencana banjir di ibukota Queensland dan sekitarnya itu mendapat perhatian serius pemerintah setempat. Bahkan bantuan pemerintah itu diberikan kepada siapa pun yang menjadi korban bencana tanpa memandang status kewarganegaraan yang bersangkutan.
Menurut Alim yang sedang merampungkan studi doktornya dengan disertasi berjudul "Breaking the silence of sexuality in Indonesia" ini, Pemerintah Australia memberikan bantuan uang sekitar 170 dolar Australia per orang dengan maksimal lima orang per keluarga yang terkena banjir dan pemadaman listrik saat bencana.
"Saya sendiri baru akan mencoba Senin ini karena yang saya dengar dan baca di mailing list IISB (Perhimpunan Komunitas Muslim Indonesia di Brisbane), akan ada bantuan bagi para korban yang terkena pemadaman listrik sekitar $170 per orang dengan membawa paspor dan visa," katanya.
Mengutip penjelasan pemerintah Queensland sebagaimana dimuat di situs http://www.communityservices.qld.gov.au/community/community-recovery/support-assistance/index.html, bantuan tersebut tersedia bagi para warga maupun keluarga yang terkena banjir di wilayah Balonne, Banana, Barcaldine, Brisbane, Bundaberg, Central Highlands, Cherbourg, Fraser Coast, Goondiwindi, Gympie, Ipswich.
Selanjutnya, Lockyer Valley, Mackay, Maranoa, Moreton Bay, Murweh, North Burnett, Rockhampton, Scenic Rim, Somerset, South Burnett, Southern Downs, Sunshine Coast, Toowoomba, dan Western Downs.
"Kalau dari Pemerintah Indonesia (KBRI Canberra dan KJRI Sydney-red.), saya belum tahu persis. Kemarin (Minggu-red.), kita baru didata soal jenis kerugian apakah berat, sedang, dan ringan. Menurut berita, hari ini (17/1),  baru akan ada pertemuan dengan pihak KJRI Sydney. Tapi, saya pribadi belum tahu tentang tempat dan waktu pertemuan itu," kata Alim.
Terlepas dari ada tidaknya bantuan Pemerintah RI bagi ratusan WNI yang ikut menjadi korban banjir dahsyat Brisbane, Raja, Alim dan banyak WNI lainnya telah membuktikan kuatnya kebersamaan Indonesia di perantauan di saat saudara-saudara sebangsa dan se-tanah air terpapar bencana.


Pendapat


Penderitaan merupakan bagian dari bentuk kehidupan. Suatu bentuk kehidupan pasti mengenal arti esensial penderitaan karena penderitaan ada untuk menjadi pembelajaran bentuk kehidupan tersebut. Manusia sebagai salah satu bentuk kehidupan yang dianugerahi akal budi, hati dan kalbu selalu menghadapi penderitaan sebagai bagian dari hidupnya. Manusia hendaknya mengenal arti penderitaan dengan bijak karena di setiap penderitaan yang menerpa, terselip keindahan dari nilai-nilai kehidupan, entah itu berupa kebahagiaan, pengalaman, ataupun perasaan senasib yang membangkitkan perasaan persaudaraan yang begitu kuat. Terlihat jelas pada artikel di atas bagaimana suatu bentuk penderitaan dapat menerbitkan rasa kasih sayang yang begitu kuat di antara mereka. Rasa kasih sayang inilah yang merupakan salah satu bentuk keindahan dari penderitaan yang terjadi dan menerpa kehidupan. Tanpa adanya penderitaan, manusia tidak akan menjadi sebenar-benarnya manusia.


Sumber :
a. http://nasional.kompas.com/read/2011/01/17/15465671/Ketulusan.Anak.Negeri.di.Banjir...
b. Nugroho, Widyo & Achmad Muchji.1996.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Gundarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar